Tuesday 2 February 2016

Kerajaan Banten

Kerajaan Banten

gambar kerajaan Banten

Sejarah Berdirinya Kerajaan Banten

Pada awal abad ke 16, seorang ulama bernama Fatahillah yang berasal dari Pasai datang ke Banten atas perintah Sultan Trenggana, yang tujuannya adalah perluasan wilayah kerajaan Demak. Tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa yang kemudian berganti nama menjadi Jayakarta. Direbutnya Sunda Kelapa menjadi mudah bagi Fatahillah untuk menyebarkan agama islam di Banten. Usaha menyebarkan agama islam di Banten dibantu anaknya yang bernama Sultan Hasanuddin. yang pada saat itu, posisi banten masih menjadi kadipaten atau daerah bawahan kerajaan Demak. Pada saat Trenggana gugur dalam perang merebut blambangan di pasuruan Jatim, yang akhirnya menjadi kemelut perebutan kekuasaan sampai akhirnya pusat kerajaan Demak dipindah ke Pajang oleh Joko Tingkir. Akhirnya Hasanuddin memproklamirkan Banten sebagai kesultanan yang merdeka dan independen, lepas dari kekuasaan Demak. Dengan posisi Banten yang demikian akhirnya Kerajaan banten menjadi sebuah kesultanan yang merdeka dan Maulana Hasanuddin menjadi raja pertama di Kerajaan Banten

Raja-raja Kerajaan Banten

1. Sultan Maulana Hasanuddin

Dia merupakan Raja pertama di Banten. Dia mendapat gelar Pangeran Sabakingking atau Seda Kikin. Sultan Maulana Hasanuddin adalah putera dari Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dan Nyi Kawunganten (Putri Prabu Surasowan= Bupati Banten tempo dulu). Dengan meletakkan dasar-dasar pemerintahan, Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kerajaan Banten berkembang cukup pesat. Dibawah pemerintahannya, Banten mengalami kemajuan yang pesat dan wilayahnya meliputi Sunda Kelapa, Bengkulu, dan Lampung. Maulana Hasanuddin, dalam usahanya membangun dan mengembangkan Kota Banten, lebih menitikberatkan pada pengembangan di sector perdagangan, disamping memperluas daerah pertanian dan perkebunan. Ia berusaha mendorong peningkatan pendapatan rakyatnya dengan melalui pertumbuhan pasar yang sangat cepat, Karena Banten menjadi tempat persinggahan perdagangan rempah-rempah

2. Maulana Yusuf(Panembahan Yusuf)

Dia adalah putra dari Maulana Hasanuddin dengan Ratu Ayu Kirana. Dia adalah anak ke 2 sultan Hasanuddin. la berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. la juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir Kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan sudah begitu pesat hingga Banten dikenal sebagai tempat penimbunan barang-barang dari segala penjuru dunia yang nantinya disebarkan ke seluruh Nusantara. Para pedagang dari cina membawa uang kepeng (uang yg terbuat dari timah), porselen, kain sutra, benang emas, jarum, sisir, payung, dsb. Pulangnya mereka membeli rempah-rempah, kulit penyu, gading gajah. Dengan majunya perdagangan ini, maka kota Banten menjadi ramai baik oleh penduduk dari Banten sendiri maupun oleh pendatang. Dari perkawinannya dengan Ratu Hadijah, Maulana Yusuf dikaruniai dua orang anak, yaitu : Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad. Sedangkan dari istri-istrinya yang lain, dikaruniai anak antara lain : Pangeran Upapati, Pangeran Dikara, Pangeran Mandalika atau Pangeran Padalina, dsb

3. Maulana Muhammad

Dia adalah anak dari Maulana Yusuf dan Ratu Hadijah. Ketika Panembahan Yusuf sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kalinyamat ingin menduduki Kerajaan Banten. Tetapi mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Karena masih kecil, sehingga yang menjadi wali atau pengganti adalah Mangkubumi. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap untuk memerintah. Peristiwa yang menonjol pada masa pemerintahan Maulana Muhammad adalah peristiwa penyerbuan ke Palembang. Kejadian ini bermula dari hasutan Pangeran Mas yang ingin menjadi raja di Palembang. Pangeran Mas adalah putra dari Aria Pangiri. Dan Aria Pangiri adalah putra dari Sunan Prawoto. (Aria Pangiri tersisih dua kali dari haknya menjadi raja di Demak, dan terakhir karena ketahuan hendak melepaskan diri dari kuasa Mataram, Sutawijaya hendak membunuhnya, akan tetapi atas bujukan istrinya hal itu tidak dilakukannya setelah Aria Pangiri berjanji tidak akan kembali ke daerah Mataram untuk selamanya. Akhirnya dia menetap di Banten sampai dia meninggal). Penyebabnya Maulana Muhammad yang masih muda dan penuh semangat untuk memakmurkan Banten dan mengembangkan Islam ke seluruh Nusantara dihasutnya (aria pangiri). Dikatakan bahwa Palembang dulunya adalah daerah kekuasaan ayahnya sewaktu menjadi sultan Demak, kemudian membangkang dan melepaskan diri. Disamping itu dikatakan bahwa sebagian besar rakyatnya masih kafir, sehingga perlulah Banten menyerang ke sana untuk menyebarkan agama Islam. Maka terjadilah pertempuran hebat di sungai Musi sampai berhari-hari. Akhirnya pasukan Palembang dapat dipukul mundur. Tapi dalam keadaan yang hampir berhasil itu, sultan yang memimpin pasukan dari kapal Indrajaladri tertembak yang mengakibatkan kematian beliau. Penyerangan tidak dilanjutkan, pasukan Banten pun kembali tanpa mendapat hasil. Adapun Pangeran Mas, diceritakan bahwa setelah pulang dari Palembang, dia tidak berani menetap lama di Banten. Rakyat Banten menganggap bahwa dialah penyebab kematian sultan.

4. Abdul Mufakir

Dia memerintah banten pada usia 5 bulan. Dia merupakan anak dari Maulana Muhammad. Pada zaman kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting terutama pada akhir abad ke-16 (Juni 1596) di mana orang- orang Belanda datang untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten di bawah pimpinan Cornellis de Houtman dengan maksud untuk berdagang. Kemudian di susul Jacob Van Neck, dibantu Van Waerwijk dan Var Heemskerck. Persaingan tidak sehat yang dilakukan banten terhadap belanda ternyata menimbulkan kerugian besar akhirnya Belanda mendirikan VOC. Namun sikap yang kasar dari bangsa Belanda tidak menarik simpati pemerintah dan rakyat Banten sehingga sering terjadi perselisihan di antara orang-orang Banten dengan orang-orang Belanda. Kesultanan mengangkat seorang mangkubumi untuk memerintah Banten yaitu Pangeran Arya Ranamenggala (karena abdul mufakir belum cukup umur). Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari tahun 1624-1643 dengan Ranamenggala sebagai patih dan penasehat utamanya. Usaha yang dilakukan ranamenggala adalah  mengadakan penertiban-penertiban baik keamanan dalam negeri maupun kebijakan terhadap para pedagang eropa. Pajak ditingkatkan terutama bagi belanda agar membayar pajak ke banten. Hal ini dimaksudkan agar orang belanda tidak betah tinggal di banten. Setelah abdul mufakir dewasa, ia mengembangkan sektor pertanian yang berupa lada, cengkeh, dsb. dalam bidang politik, ia juga berhasil menjalin hubungan dengan negara lain terutama negara islam. Dia merupakan penguasa banten yang mendapat gelar dari Mekkah. Ia bersikap tegas terhadap siapa saja yang memaksakan kehendaknya kepada Banten, misalnya menolak mentah-mentah Belanda hendak memaksakan monopoli perdagangan di Banten. Akan tetapi, kenyataan selanjutnya berbeda. Sultan Abdul Mufakir melakukan kerjasama dengan Belanda. Karena ia merasa Belanda akan memberikan keuntungan kepada Banten. Hubungan antara Belanda dan sultan ini sangat baik, karena sultan ini bersikap lunak terhadap Belanda. Akan tetapi hubungan baik ini mulai merenggang setelah kematian Abdul Mufakir. 

5. Sultan Ageng Tirtayasa

Seharusnya yang menggantikan abdul mufakir adalah anaknya yaitu Abu Al Mu’ali, tetapi karena dia meninggal terlebih dahulu sebelum ayahnya. Jadi yang menggantikan Abu Al Mu’ali adalah anaknya yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa. Ibunya bernama Ratu Marta Kusuma. Sultan Ageng merupakan seseorang yang taat beragama. Gelarnya dia adalah Sultan Abu Al Fattah Muhammad Syifa Zainal Arifin atau Pangeran Ratu ing Banten. Pada masa dia, kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan. Usaha pertama yang dilakukan sultan ageng adalah memperbaiki hubungan dengan Lampung, Bengkulu dan Cirebon untuk hubungan pelayaran dan perdagangan. Ia adalah seorang yang ahli strategi perang, kemampuannya tidak diragukan lagi. Ia juga menaruh perhatian besar terhadap pendidikan keislaman. Pada masanya, ia membangun sebuah kraton yang diberi nama Kraton Tirtayasa. Alasan sultan ageng membuat kraton tirtayasa adalah mempermudah dalam mengamati gerak-gerik kapal yang keluar masuk pelabuhan banten, kraton ini juga di gunakan sebagai tempat tinggal sultan. Akhirnya sultan ageng pindah ke Tirtayasa dan Kraton Surosowan diserahkan kepada anaknya yang bernama sultan Haji. Ia berhasil menjalin sistem perdagangan bebas dengan negara Eropa, seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sultan Ageng sangat memusuhi Belanda, karena bagi dia Belanda menghalang-halangi perkembangan perdagangan di Banten. Konflik antar Belanda dengan Banten memuncak lagi, bersamaan dengan konflik tersebut, ia harus mengahdapi penghianatan yang dilakukan oleh putra kandungnya sendiri yaitu sultan Haji. Penyebab dari penghianatan tersebut karena Sultan Haji termakan hasutan Belanda yang mengatakan bahwa, Sultan Haji tidak bisa menggantikan ayahnya sebab masih ada Pangeran Arya Purbaya (Saudara Sultan Haji). Maka terjadilah persengketaan antara Sultan Haji dan ayahnya yaitu Sultan Ageng Tirtayasa

6. Sultan Haji

Sultan Haji diberi wewenang untuk mengatur semua urusan dalam negeri di Surosowan. Sedangkan di luar surosowan yang mengatur adalah masih sultan ageng bersama anaknya yaitu pangeran purbaya. Kepindahan Sultan Ageng ke Tirtayasa, dimanfaatkan oleh belanda untuk mendekati putra mahkota agar terpengaruh oleh hasutan Belanda. Belanda dapat mendapat kemudahan sehingga dalam setiap upacara penting di istana belanda selalu diundang dan turut hadir. Hubungan belanda dan sultan sangat dekat bahkan belanda merubah semua tingkah laku sultan seperti cara berpakaian, cara makan, dsb. Sehingga gaya hidupnya lebih condong ke Belanda drpd ke Bangsanya sendiri. Melihat tingkah laku anaknya yang berubah, sultan Ageng prihatin dan menyuruh guru spiritual anaknya yang bernama Syekh Yusuf supaya memerintahkan sultan untuk melaksanakan ibadah haji di mekkah. Dengan kepergian sultan ke mekkah, sultan ageng berharap anaknya akan berubah dan memiliki sikap kedewasaan untuk kemajuan Banten. Tahun 1674, sultan menunaikan ibadah Haji bersama rombongannya. Selama sultan bepergian kekuasaan sementara dipegang oleh adiknya yaitu Pangeran Purbaya. Sultan pergi ke Mekkah selama 2 tahun oleh karena itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Bukannya dia berubah sifatnya, justru setelah pulang dari mekkah dia lebih terpengaruh dengan hasutan Belanda. Oleh karena itu, terjadilah konflik antara Sultan Ageng dan Sultan Haji. Dalam hal ini Sultan haji didukung oleh VOC, tetapi VOC mengajukan persyaratan yaitu:

  • Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
  • Monopoli lada di Banten di pegang oleh VOC dan harus menyingkirkan Persia, Cina, India karena mereka saingannya Belanda
  • Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji
  • Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman  priyangan segera ditarik kembali.

Perjanjian tersebut akhirnya disetujui oleh sultan Haji. Atas bantuan Belanda Sultan Haji menyerang Kraton Tirtayasa. Sikap yang ditunjukkan oleh sultan haji terhadap belanda dengan mengirimkan ucapan selamat atas pergantian Gubernur Jenderal belanda sangat menyakitkan hati Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh karena itu, tanggal 27 februari 1682 sultan ageng mengeluarkan perintahnya untuk menyerang Surosowan. Hal yang dilakukan pertama adalah membakar kampung-kampung dekat kraton surosowan dan setelah itu menyerang kraton surosowan. Pembakaran kampung tersebut membuat gentar belanda yang tinggal di daerah tsb. Pembakaran tersebut terjadi semalam suntuk. Sultan Haji melarikan diri dengan meminta perlindungan kepada orang belanda yang bernama Jacob De Roy. Setelah siang, pertempuran tersebut terhenti. Pihak belanda menambah pasukannya sehingga perang yang tadinya di kuasai sultan ageng berbalik ke Belanda. Sampai pada akhirnya kraton Tirtayasa dikepung oleh belanda selama berbulan-bulan dan terjadi kelaparan. Sampai pengikut sultan ageng bersama sultan ageng melarikan diri. Tanggal 14 maret Sultan Ageng sampai di Kraton Surosowan dan akhirnya Sultan Ageng di penjara di Batavia sampai akhirnya dia meninggal

Kehidupan Sosial Kerajaan Banten

Kehidupan sosial masyarakat Banten memiliki landasan yang mengacu pada ajaran-ajaran yang berlaku dan sesuai dengan agama Islam, sehingga kehidupan masyarakatnya hidup secara teratur. Penduduk-penduduk asli Kesultanan Banten mendiami rumah-rumah penduduk yang tertutup dan tertata rapi serta mengelilingi istana. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan pesat karena pada saat itu Sultan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa dalam menyejahterakan rakyatnya salah satunya adalah menerapkan sistem perdagangan bebas  yang mampu mengusir VOC dari Batavia.

Kehidupan Budaya

Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap terpacu berdasarkan aturan agama Islam. Warisan budaya banten antara lain Debus. Debus merupakan bentuk permainan yang diciptakan untuk menguji ketabahan dan keimanan para prajurit Banten. Namun pada masa Sultan Hasanuddin berkuasa, kesenian debus mulai digunakan sebagai seni untuk memikat masyarakat Banten yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha dalam rangka penyebaran Agama Islam. Kemudian Bahasa. Sebelum kedatangan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Banten bahasa penduduk yang pusat kekuasaan politiknya di Banten Girang, adalah bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa, dibawa oleh Syarif Hidayatullah, kemudian oleh puteranya, Hasanuddin.

Akhir dari Kesultanan Banten

Setelah Sultan haji berhasil menumpas pasukan sultan ageng, belanda langsung menyodorkan surat perjanjian. Sultan haji mulai terasa berat akibat tekanan dari Belanda, karena dalam perjanjian tersebut isinya bahwa Banten tidak punya kekuatan lagi dalam hal ekonomi, politik, dan militer. Sultan haji pun dikejar penyesalan atas tindakannya dalam melawah ayah kandungnya sendiri. Dengan adanya perjanjian tersebut, jelas bahwa pihak belandalah yang menjadi pemenang. Pada masa pemerintahan sultan haji banyak terjadi kerusuhan dan pemberontakan. Pembunuhan yang dilakukan oleh rakyat Banten terhadap belanda karena sikap sultan Haji yang lebih memihak Belanda. Sebagian rakyat pun tidak mengakui sultan haji sebagai sultan banten, dengan adanya tindakan seperti itu kehidupan sultan haji menjadi gelisah terlebih lagi penyesalan dia terhadap ayah dan adiknya sendiri. Belanda yang dijadikannya sahabat malah justru balik menyerang sultan haji. Karena tekanan-tekanan itulah, sultan haji akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepeninggal sultan haji terjadi perebutan kekuasaan oleh anak-anaknya. Perebutan kekuasaan itulah yang akhirnya Belanda turun tangan dengan mengangkat anaknya sultan haji yang bernama Abdul Fadl Muhammad Yahya sebagai sultan banten berikutnya. Pada masa sultan ini menjabat, kekuasaan banten berada di Belanda, sehingga kebijakan yang dilakukan sultan harus mendapat persetujuan dari Belanda.

No comments:

Post a Comment