Perang Melawan
Penjajahan Kolonial Hindia Belanda
1. Perang tondano I
Orang-orang
Spanyol sudah ada di Minahasa terlebih dahulu. Orang-orang Minahasa dan Spanyol
sudah menjalin hubungan perdagangan. Pada abad ke XVII hubungan dagang mereka
terganggu karena VOC datang. VOC sudah menanamkan pengaruhnya di ternate dan
sampai gubernur Ternate Simon Cos mendapatkan kepercayaan bahwa orang Minahasa
terbebas dari pengaruh Spanyol. Simon Cos mengawasi Pantai timur Minahasa
sehingga para pedagang Minahasa dan Spanyol yang tadinya bebas berdagang mulai
tersingkir. VOC memaksa agar pedagang Mihasa menjual beras kepadanya, tetapi
Minahasa menolaknya. Terjadilan perang antara VOC Vs Minahasa. Untuk melemahkan
Minahasa, VOC membendung sungai Temberen, akibatnya aliran sungai meluap dan
membanjiri tempat tinggal penduduk. Orang Minahasa kemudian pindah ke Danau
Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC mengepung Tondano dan Simon Cos
mengultimatum bahwa:
1.
Para pemberontak dari
Tondano harus diserahkan kepada VOC
2.
Orang Tondano harus
ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak karena banyak tanaman padi yang rusak
gara-gara luapan sungai temberan
Ultimatum VOC
tersebut di acuhkan oleh Tondano, akibatnya VOC ditarik mundur ke Manado. Tetapi,
rakyat Tondano mempunyai masalah karena hasil-hasil pertaniannya tidak ada yang
beli. Akhirnya rakyat Tondano mendekati VOC agar mau membeli hasil
pertaniannya. Dengan demikian terbukalah tanah Minahasa terhadap keberadaan
VOC. Berakhirlah perang tondano I.
2. Perang tondano II
Terjadi abad ke
19. Latar belakang perang ini pada saat Daendels menjadi gubernur belanda (dia
mendapat mandat mempertahankan Jawa dari Inggris) salah satunya adalah pada
saat perekrutan tenaga pribumi untuk membantu belanda melawan inggris (mereka
yang dipilih adalah suku-suku yang memiliki keberanian berperang). Suku-suku
yang dianggap pemberani seperti orang dayak, madura dan minahasa. Dari minahasa
di target mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa,
tetapi orang-orang Minahasa tidak setuju dengan usul tersebut. Akhirnya banyak
pemimpin desa Minahasa yang meninggalkan rumah dan memerangi VOC. Mereka memusatkan
perjuangannya di Tondano.
Salah satu
pemimpin perang tersebut bernama Ukung Lonto (ia menegaskan bahwa rakyat harus
memerangi VOC sebagai bentuk penolakan perekrutan pegawai dan menolak memberikan
beras secara cuma-cuma). Akhirnya tanggal 23 Oktober 1808 terjadi perang antara
rakyat minahasa vs VOC di Tondano, Minawanua. Belanda membendung lagi sungai
temberan. Prediger (salah satu orang VOC) menyusun 2 pasukan kuat untuk
menyerang orang Minahasa. Pasukan 1 menyerang Danau Tondano, pasukan 2
menyerang Minawanua. Pasukan I berhasil merusak pagar bambu berduri yang
membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanna
orang-orang Minahasa di Minawanua (walaupun malam, pasukan minahasa pantang
mundur menyerang VOC) danVOCpun sempat kewalahan.
Tanggal 24 Okt
1808, pasukan belanda dari Barat membordir kampung pertahanan Minawanua
(Belanda terus melakukan serangan sehingga kampung tersebut seperti tidak ada
lagi kehidupan), Prediger pun akhirnya menggendorkan serangan. Tetapi,
tiba-tiba orang Tondano muncul dan menyerang akibatnya banyak korban yang
berjatuhan dari VOC.
Pasukan Belanda
ditarik mundur, seiring dengan itu Sungai temberan yang dibendung meluap
sehingga mempersulit VOC sendiri (tersebar berita juga bahwa kapal besar
belanda yang paling besar tenggelam di Danau. Perang Tondano II berlansung lama
sampai dengan 1809.
Dalam suasana
kekurangan makanan ada pejuang Minahasa yang akhirnya memihak belanda. Akhirnya
tanggal 4-5 agustus 1809, benteng Moraya hancur bersama pejuang yang akan
mempertahankannya. Akhirnya para pejuang tersebut memilih mati daripada
menyerah kepada VOC.
3. Pattimura angkat senjata
Maluku dengan
rempah-rempahnya bagaikan mutiara dari timur. Pada masa Belanda datang ke
Indonesia, belanda merusak semua tata perekonomian di Maluku seperti
memeonopoli perdagangan. Setelah Inggris di Maluku, keadaan kembali tenang
seperti semula karena Inggris membayar hasil bumi pada Maluku. Tetapi setelah
Belanda datang lagi ke maluku akhirnya maluku kembali di monopoli, rakyat
kembali disuruh membayar upeti, kerja rodi yang membuat rakyat Maluku menderita.
Menghadapi
kondisi yang demikian, tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan
rahasia. Diadakanlah pertemuan di Pulau Haruku (pulau tang dihuni orang islam)
dan Pulau Saparua (orang kristen). Pertemuan selanjutnya di Hutan Kayuputih,
dan mereka menyimpulkan rakyat maluku tidak mau terus menderita akibat
kekejaman Belanda. Rakyat Maluku yang di pimpin oleh Thomas Matulessi (
Pattimura) menghancurkan kapal Belanda di Pelabuhan.
Pejuang Maluku
kemudian menuju ke benteng Duurstede (pasukan belanda berkumpul dibenteng tsb).
Terjadilah pertempuran antara rakyat Maluku vs Belanda. Belanda di pimpin oleh
Van Den Berg. Selain Pattimura ada pejuang lain seperti Christina Martha
Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Pejuang Maluku menyerbu benteng Duurstede (mereka tidak menghiraukan
tembakan dari belanda)
Sementara Para
pejuang Maluku masih menggunkaan keris dan pedang. Para pejuang Maluku dapat
masuk dalam benteng, dan Duurstede dapat dikuasai pejuang Maluku. Belanda
kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah prajurit yang dipimpin oleh
Mayor Beetjes sebanyak 300 prajurit, namun bantuan ini digagalkan oleh
Pattimura bahkan Beetjes terbunuh.
Selanjutnya,
Pattimura memusatkan perjuangannya untuk menyerang benteng Zeelandia. Benteng
Zeelandia di perkuat dibawah pimpinan Groot tetapi Pattimura gagal menembus
benteng Groot. Upaya perdamaian dilakukan Belanda tetapi tidak ada kesepakatan.
Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia
untuk merebut benteng Duurstede.
Agustus 1817,
Saparua di blokade benteng Duurstede dikepung dan akhirnya benteng duurtede
jatuh ke tangan belanda. Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan
gerilya. Bulan November, beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan
Paulus Tiahahu (Ayah Kristina Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar
peristiwa tersebut, Christina Marta Tiahahu akhirnya pergi ke hutan untuk
bergerilya. Belanda belum puas sebelum menangkap Pattimura. Bahkan memberikan
ultimatum kepada siapa saja yang berhasil menangkap Pattimura akahn di berikan
hadiah 1.000 gulden.
Setelah 6 bulan memimpin perlawanan akhirnya Pattimura
tertangkap. Tepat tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di
alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu juga akhirnya tertangkap, dia
tidak di hukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya di buang ke Jawa sebagai
pekerja rodi. Didalam kapal Christina jatuh sakit dan akhirnya dia meninggal
kemudian jenazahnya di buang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga, dan
berakhirlah perang Pattimura
4. Perang padri
Perang Padri
terjadi di Minangkabau , Sumatera Barat yaitu tahun 1821-1837. Perang Padri
terjadi antara Kaum adat dan kaum Islam. Perang ini bermula adanya pertentangan
antara kaum padri dan kaum adat telah menjadi pintu masuk bagi campur tangan
Belanda. Perlu dipahami Masyarakat Sumatera barat telah memeluk islam, tetapi
sebagian masyarakat masih memegang teguh adat yang kadang bertentangan dengan
ajaran Islam. Tahun 1803,datanglah 3 orang ulama yang baru saja melaksanakan
ibadah haji, mereka adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka
datang untuk melakukan pemurnian ajaran Islam di Minangkabau ini (yang disebut
kaum padri). kaum padri ini oleh belanda disebut sebagai padre yang menunjuk
pada orang islam yang berpakaian putih, karena orang adat minangkabau
menggunakan pakaian hitam.
Dalam
melaksanakan pemurnian ajaran islam, kaum padri menentang kaum adat (seperti
berjudi, minum-minuman keras, menyabung ayam). Kaum adat yang didukung pejabat
menolak ajaran padri akhirnya terjadilah pertentangan diantara mereka.
Fase pertama (tahun 1821-1825)
September 1821,
pos simawang menjadi sasaran paderi. Rakyat padri menggunakan tombak dan parang.
Sedangkan belanda dan adat menggunakan senjata lebih modern seperti meriam dan
senjata api. 1823 Padri bisa mengalahkan tentara Belanda di kapau. Kesatuan
Padri kemudian berpusat di Bonjol, pemimpin mereka yang terkenal bernama Peto
Syarif. Karena pasukan padri berhasil menguasai pasukan Belanda, akhirnya
Belanda kewalahan dan mengambil strategi untuk berdamai. 26 januari 1824,
terjadilah perundingan damai yang mana perundingan ini terkenal dengan nama
Perjanjian Masang. Tetapi perundingan damai tersebut di ingkari oleh Belanda
karena Belanda menyerang pasukan padri.
Fase II (1825-1830)
Karena tahun ini
Belanda menghadapi perang Diponegoro, akhirnya Belanda ingin mengakhiri perang
dengan Padri. Awalnya Pasukan Padri yang dipimpin oleh Imam Bonjol menolaknya,
tetapi atas bantuan Sulaiman Aljufri (saudagar Arab) akhirnya imam bonjol mau
menyepakati perundingan damai tersebut. 15 November 1825, terjadilah perjanjian
Padang yang isinya:
1.
Belanda mengakui
kekuasaan pimpinan Padri
2.
Kedua belah pihak tidak
akan saling menyerang
3.
Kedua belah pihak akan
melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan perjalanan
4.
Secara bertahap Belanda
akan melarang praktik adu ayam
Fase III (1830-1837)
Kaum Padri
mendapat simpati dari kaum adat. 1831, Elout melakukan serangan besar-besaran. 1834
belanda menyerang pasukan Imam Bonjol. Tanggal16 Juni 1835, benteng diperbukitan
dekat bonjol di hujani meriam. Belanda mengajak berdamai lagi, tetapi Imam
Bonjol mau menerima asal Rakyat Bonjol dibebaskan dari kerja paksa tetapi pihak
Belanda tidak memberikan jawaban. Sampai tahun 1836, benteng Bonjol berhasil di
pertahankan tetapi pasukan mereka satu persatu di serang Belanda dan hal ini
memperlemah posisi mereka. Okt 1837, belanda menyerang Bonjol dan 25 Okt 1837
Imam Bonjol di tangkap dia dibuang ke Cianjur, kemudian ke Ambon , dan Manado. Sampai
akhirnya 6 November 1864 Imam Bonjol meninggal.
5. Perang diponegoro
Abad 19 keadaan
di Jawa khususnya Surakarta dan Yogyakarta sangat memprihatinkan. Belanda
selalu intervensi pemerintahan kerajaan di Jawa akibatnya gaya hidup mereka
berubah, seperti minum-minuman keras. Rakyat juga banyak diperas akibatnya
mereka semakin menderita karena mereka harus membayar pajak, bahkan ibu-ibu
yang menggendong anaknya di jalan umum harus membayar pajak. Dalam penderitaan
rakyat muncul bangsawan di kerajaan dia adalah anak dari Pakubuwana III yaitu
Raden Mas Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro.
Insiden anjir
1823, smissaert
dan patih danurejo memerintahkan untuk membuat jalan dan memasang anjir (patok).
Secara sengaja pemasangan anjir ini melewati pekarangan milik pangeran Diponegoro
di tegalrejo tanpa ijin. Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabut anjir,
tetapi danurejo memasang kembali anjir tersebut. Dengan keberaniannya anjir
tersebut dicabut kembali oleh pengikut diponegoro dan di ganti sama tombak. Akhirnya
tanggal 20 Juli 1825, meletuslah perang Diponegoro. Rakyat tegalrejo
berduyun-duyun berkumpul dan mereka membawa persenjataan perang seperti tombak,
pedang, lembing. Belanda membungihanguskan tentara pribumi, akhirnya diponegoro
menyingkir ke bukit selarong.
Untuk mengawali
perlawanannya pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua Selarong
dan beliau mendapat dukungan dari masyarakat luas. Pangeran Diponegoro akhirnya melaukan langkah-langkah seperti:
1.
Merencanakan serangan
ke keraton
2.
Mengirim kurir kepada
bupati dan ulama agar mempersiapkan perang melawan belanda
3.
Menyusun daftar nama
Bangsawan siapa yang lawan dan siapa yang kawan
4.
Membagi kawasan perang
Dengan taktik
yang demikian, diponegoro mendapatkan banyak kemenangan. Beberapa pos Belanda
dapat dikuasai. Perluasan perang Diponegoro pun meluas sampai ke daerah
Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang, Madiun , Magetan, Kediri. Perang
Diponegoro menggerakkan seluruh kekuatan Jawa sampai akhirnya perang ini
disebut Perang Jawa. Sasaran belanda yaitu pos pertahanan pangeran Diponegoro
di Gua Selarong tanggal 4 Oktober 1825, tetapi ternyata pos tersebut sudah
dikosongkan (bagian dari strategi diponegoro).
Pusat perlwanan dipindah ke
Dekso di bawal Ali Basyah Sentot Prawirodirjo. Perlawanan Diponegoro senatiasa
bergerak dari pos pertahananan yang satu ke yang lain akhirnya Belanda pun
kebingungan. Akhirnya jendral De Kock menerapkan strategi dengan sistem
“benteng stelsel”. Dengan taktik benteng stelsel sedikit demi sedikit
perlawanan diponegoro berhasil dipadamkan.
Dengan sistem
benteng stelsel, para pemimping perang diponegoro banyak yang tertangkap. Insiden
ini pula membawa berakhirnya perang diponegoro yang banyak menguras biaya
perang bagi pihak Belanda
6. Perang bali
Sejak abad ke 19
Belanda sudah menjalin hubungan dagang dengan Bali. 2 misi Belanda di bali ada
2 yaitu urusan politik dan ekonomi. Urusan ekonomi berjalan lancar, tetapi misi
politik agak tersendat karena aja-raja di Bali menerapkan hak Tawan Karang. Akhirnya
belanda mendekati raja-raja tersebut untuk mencabut hak tawan karang. Kecuali
Raja Buleleng dan Karangasem tidak mencabut hak tersebut. Belanda meminta ganti
rugi terhadap perampasan kapal milik Belanda tersebut.
Atas usul patih I Gusti Ketut Jelantik, Raja Gusti Ngurah Made
Karangasem menolak permintaan Belanda. Akhirnya terjadilah perang.
Selama dua hari
para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng berperang mati-matian. Mengingat
persenjataan Belanda lebih modern, akhirnya pasukan Buleleng semakin terdesak. Benteng
pertahanan Bulelng jebol dan Ibukota Singaraja di kuasai Belanda. Akhirnya
patih jelantik terpaksa mundur sampai ke desa jagaraga. Sampai akhirnya pasukan
Buleleng disuruh untuk menandatangani perjanjian tanggal 6 Juli 1946, yang
isinya:
1.
dalam waktu 3 bulan
raja buleleng harus mengancurkan benteng pertahannya dan tidak boleh membangun
benteng lagi
2.
Raja buleleng harus
membayar biaya perang sebesar 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan patih
jelantik kepada belanda
3.
Belanda diijinkan
menempatkan pasukannya di Buleleng
Perjanjian
tersebut akhirnya di langgar oleh raja buleleng. Dia justru membangun benteng
di desa jagaraga sebagai pertahanan dan masih melaksanakan tawan karang. Tahun
1847 ada kapal asing yang singgah di bali, dan dirampas oleh rakyat bali. Sudah
tentu belanda sangat marah dengan keadaan ini, dan meminta raja buleleng untuk
menepati perjanjian tetapi malah raja buleleng tidak menuruti aturan belanda.
Akhirnya terjadilah perang.
Tanggal 8 Juni
1848, Belanda menyerang benteng jagaraga dengan tembakan meriam. Tetapi pasukan
buleleng bisa menghalau tembakan tersebut, justru banyak pasukan Belanda yang
luka-luka akibat gelar supit urang oleh Patih jelantik. Belanda akhirnya mundur
tetapi mempersiapkan perang lebih dasyat agar bisa menang.
Pada tanggal 15
April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Tanggal
16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Runtuhlah
Benteng Jagaraga, sebagai pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng.
Raja Buleleng
diikuti I Gusti Ktut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Mereka
tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri. Dengan
terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ktut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan
Buleleng ke tangan Belanda
7. Perang banjar
Di Kalimantan selatan
ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan banjarmasin atau Kerajaan banjar. Kerajaan
ini terkenal dengan intan, emas, lada, rotan, dan damar. Salah satu pihak asing
yang berambisi menguasai banjar adalah Belanda.
Tahun 1817 telah
ada perjanjian antara Sultan Sulaiman (raja banjar) dengan Belanda, salah satu
isinya adalah sulaiman harus menyerahkan wilayah banjarmasin kepada belanda. Dengan
wilayah yang semakin sempit, banyak yang masala, seperti penghasilan mereka
semakin kecil dan Rakyat pun menjadi menderita akibat pajak yang dibebankan
mereka.
Dalam keadaan
yang serba sulit, ada pula masalah intern dalam kerajaan (intervensi Belanda). Permasalahan
lain timbul juga yaitu kematian yang tiba-tiba Putera mahkota Abdul Rahman. Sementara
Sultan Adam memiliki kandidat sevagai penggantinya yaitu: Pangeran Hidayatullah
(didukung pihak istana dan mengantongi surat wasiat sebagai pengganti sultan
adam), Pangeran Tamjidillah (didukung Belanda), dan Prabu Anom (didukung
Mangkubumi).
Tahun 1857,
Sultan Adam meninggal dan Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai pengganti dan
Hidayatullah sebagai Mangkubumi (padahal menurut wasiat tidak sesuai). Oleh
karena itu wajar jika banyak rakyat yang protes dan kecewa. Tamjidillah
memiliki peragai yang tidak baik(suka minum-minuman keras, menghapus hak
istimewa pada saudaranya termasuk tidak menganggap surat wasiat dari Sultan
adam, keadaan di istana pun semakin memburuk). Salah satu gerakan protes yang
dilontarkan masyarakat datang dari Penghulu
Abdulgani. Ada salah satu masyarakat yang protes juga dia bernama Aling
(Panembahan Muning), dalam semedinya dia berfirasat kesultanan banjar sebaiknya
dipimpin oleh Pangeran Antasari (sepupu hidayatullah, karena dia juga keturunan
raja banjar).
Omongan Aling
semakin membuat kacau kerajaan, dan dia mendirikan gerakan Tambai Mekah
(Serambi Mekkah) dan banyak pengikutnya, karena dia dianggap sakti. Aling
memanggil Antasari untuk bergabung dan memang Antasari juga berniat untuk
menggulingkan Tamjidillah dan VOC . Antasari selain di dukung oleh Aling dia
juga dapat dukungan dari pemimpin orang Dayak (Sultan Pasir&Tumenggung
Surapati)
Tanggal 28 April
1859, Aling dan Kuning menyerbu kawasan Pengaron. Walaupun gagal menduduki
benteng, tapi Aling dan pengikutnya berhasil membakar kawasan tersebut dan
pemukiman orang-orang Belanda yang ada di Pengaron. Karena Tamjidillah tidak
mampu memerintah dan banyak rakyat yang kecewa akhirnya tanggal 25 Juni 1859
dia mengundurkan diri dan menyerahkan Banjar kepada Belanda. Antasari beserta
para Ulama yang mendukung dia berhasil menduduki benteng Belanda di Tabanio.
Semua
para pejuang Banjar (termasuk Hidayatullah) mengucapkan sumpah “Haram Manyarah
Waja Sampai Kaputing” para pejuang tidak akan menyerah sampai titik darah
penghabisan. Belanda sebenarnya mau mengajak Hidayatullah untuk bersatu dan
akan dijadikan Sultan banjar, tetapi karena Hidayatullah mengetahui akal licik
Belanda ia justru memilih untuk memerangi Belanda. Belanda pun memperkuat
pasukan dan mendirikan benteng pertahanan.
perlu diketahui
bahwa setelah Hidayatullah pergi dari martapura dia diangkat sebagai Sultan. Hidayatullah
menyatakan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda. Karena jumlah pasukan
dan senjata belanda lebih unggul pasukan Hidayatullah bersama yang lain
berhasil dipukul mundur. Tanggal 28 Februari 1862, Hidayatullah berhasil
ditangkap dan diasingkan di Cianjur Jabar (berakhirlah perang Hidayatullah). Di
pihak lain, Pangeran Antasari terus melanjutkan perjuangannya. Belanda berhasil
memukul mundur pasukan antasari dan memindahkan pertahanannya di hulu sungai
teweh. Tetapi Pangeran Antasari wafat, perlawanan dilanjutkan anaknya yang
bernama Muhammad seman dan muhammad said. Walaupun mereka gigih dalam melawan
kekuatan VOC mereka berhasil dikalahkan karena pasukan belanda lebih licik dan
banyak. Dengan meninggalnya pemimpin, berakhir pula perang banjar sampai tahun
1905
8. Aceh berjihad
Perang Aceh
terjadi tahun 1873 – 1912. Aceh memiliki tempat yang strategis dan hasil bumi
yang melimpah seperti lada, hasil tambang, dan hasil hutan oleh karena itu
belanda ingin menguasainya. Strateginya belanda adalah dengan politik adu
domba. Salah satu hal yang merugikan Aceh adalah adanya traktat sumatera
(Inggris memberikan kebebasan kepada belanda untuk memperluas wilayahnya sampai
Sumatera).
Hal ini merupakan
ancaman bagi sultan Aceh.Aceh minta bantuan senjata kepada Turki, Italia, AS.Langkah
aceh diketahui oleh belanda, yang membuat belanda mengultimatum agar aceh
tunduk kepada Belanda. 26 maret 1873 terjadilah pertempuran antara aceh dan
belanda (karena Aceh tidak menghiraukan ultimatum tersebut).
Aceh di pimpin
oleh Sultan mahmud Syah II. Persiapan aceh antara lain: membangun pos pertahanan
di sepanjang pantai aceh. 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara
pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di
bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya BaiturrahmanDalam perang
pertama pasukan Belanda berhasil dipukur mundur.
Pada tanggal 9
Desember 1873 , Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan ini
dipimpin oleh J. van Swieten pertempuran ini terjadi di masjid Baiturrahman dan
tanggal 6 januari 1874, masjid ini dibakar oleh Belanda. Belanda pun dapat
menduduki Istana karena Sultan mahmud mengkosongkan istana. 28 januari 1874
Sultan Mahmud meninggal karena wabah kolera. Jatuhnya masjid dan Istana,
belanda mengultimatum bahwa Aceh sudah menjadi kekuasaan Belanda.
Putra mahkota
Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur maka
diangkatlah Tuanku Hasyim Banta Muda sebagai wali. Para pejuang aceh terus
semangat mengobarkan perang, mereka tambah semangat karena kepulangan Habib
Abdurrahman dari Turki (dia bersatu bersama Tengku Cik Di Tiro untuk melawan
Belanda). Dengan serangan bertubi-tubi akhirnya Andurrahman menyerah kepada
Belanda, dan Tengku Cik Di Tiro mundur untuk melanjutkan perang.
Tahun 1884, Daud
Syah sudah dewasa dan para pemimpin perang Aceh seperti Tuanku Hasyim, Panglima
Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan Perang Sabil (perang melawan kafir
Belanda). Di Aceh bagian barat muncul pejuang Aceh yaitu Teuku Umar bersama
istrinya Cut Nyak Dien, perlawanan semakin meluas sampai akhirnya Belanda
kewalahan. Akhirnya belanda menerapkan strategi “Konsentrasi Stelsel atau
Stelsel Konsentrasi” tapi gagal bahkan menumbuhkan pejuang aceh hingga
perlawanannya meluas dengan strategi gerilya. Di tengah berkobarnya perang
Tengku Cik Di Tiro meninggal dan diganti anaknya Tengku Ma Amin Di Tiro. Terbersit
berita juga bahwa Teuku Umar menyerah pada Belanda dia dijadikan panglima
tentara Belanda, setelah dia mendapatkan pasukan justru dia berbalik menyerang
belanda (Het verraad van Teukoe Oemar = Pengkhianatan Teuku Umar).
Hal ini membuat
belanda geram dan kewalahan menghadapi Aceh. Akhirnya belanda mau menyetujui
usulan Snouck Horgronye (dia menyamar menjadi orang islam dan mempelajari adat
istiadat aceh yang kental dengan islamnya).
Langkah-langkah
usulan snouck, antara lain:
- Perlu memecah belah Aceh, sebab di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama, dan rakyat
- Menghadapi pemimpin perang aceh harus dengan kekuatan senjata
- Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan
Belanda segera
melaksanakan taktinya dan terjadilah pertempuran, dalam pertempuran ini Teuku
Umar gugur, dan perlawanan dilanjutkan istrinya. Di lain pihak, karena
banyaknya tekanan (belanda menangka istri Sultan, Pocut Murong) akhirnya Daud
Syah menyerah kepada Belanda. Semangat juang Aceh terus berkobar tetapi karena
serangan Belanda yang bertubi-tubi membuat Cut Nyak Dien di tangkap dan
akhirnya dia dibuang ke Sumedang sampai akhirnya dia wafat tanggal 8 November
1908. Perlawanan aceh kemudian di pimpin oleh Cut Mutia, tetapi karena pihak
belanda bisa menguasai medan perang akhirnya Cut Mutia berhasil di deska dan
gugur setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya
9. Perang batak
Setelah perang
Padri berakhir, Belanda meluaskan daerahnya ke Batak. Hal ini merupakan ancaman
bagi masyakarat Batak, selain itu mereka juga menyebarkan agama
kristen.Masyarakat batak menentang agama yang di bawa Belanda, karena di
khawatirkan akan menghilangkan tatanan tradisional masyarakat Batak yang
turun-temurun. Si Singamangaraja XII
menyuruh warganya untuk mengusir para zendeling yang memaksakan agama kristen
kepada warga dan pos zendeling pun mereka bakar. Akibatnya menimbulkan kemarahan bagi Belanda.
Pada Tanggal 8
Januari 1848 pecahlah perang Batak dan menyuruh pasukannya menduduki Silindung.
Alasan Belanda melindungi Zendeling hanya alasan belaka, tujuan utama Belanda
akan menduduki Silindung sebagai langkah awal belanda untuk memasuki tanah
batak. Perang pertama pasukan si singamangaraja XII terpaksa di pukul mundur
karena kekuatannya mereka tidak seimbang dengan Belanda. Belanda menyerang
bakkara (benteng dan istana si singamangaraja xii) dan berhasil disusuki
belanda, Raja pun berhasil meloloskan diri
Tahun 1907,
Pasukan Belanda di bawah Hans Cristoffel Belanda memfokuskan penangkapan Si
Singamangaraja, belanda menggunakan siasat licik yaitu menagkap istri raja
(Boru Sagala) dan 2 anaknya. Akhirnya tanggal 17 Juni 1907, posisi si
singamangaraja semakin terdesak karena sebelumnya dia bertahan agar tidak
menyerah tetapi sampai akhirnya raja tertembak mati.