Organisasi VOC di
Indonesia
Tujuan
kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk mendapatkan
keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat dicapai setelah
mereka menemukan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita tentang
keuntungan yang melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas.
Dengan demikian
semakin banyak orang-orang Eropa yang tertarik pergi ke Nusantara.Para pedagang
dari masing-masing Bangsa di Eropa saling bersaing satu sama lain. tidak hanya
antarbangsa, antarkelompok atau kongsi dagang, dalam satu bangsa pun mereka
saling bersaing.
Oleh karena itu,
untuk memperkuat posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dari
suatu negara membentuk persekutuan dagang bersama. Sebagai contoh seperti pada
tahun 1600 Inggris membentuk sebuah kongsi dagang yang diberi nama East India
Company (EIC).
Persaingan yang
cukup keras juga terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing
ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan
ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab
persaingan antar kongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait
dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598
mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan
dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat tahun berikutnya,
yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang
Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah ada.
Kongsi dagang
Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat
disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang
India Timur”.
Tujuan didirikan VOC
VOC terbentuk
tanggal 20 Maret 1602. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam.Tujuan VOC
yaitu:
- Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok atau kongsi pedagang Belanda yang telah ada,
- Memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang negara lain.
VOC dipimpin
oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh
Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota pelabuhan
dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam.
Tugas VOC
1. Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara
Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara
2. Membentuk
angkatan perang sendiri
3. Melakukan
peperangan
4. Mengadakan
perjanjian dengan raja-raja setempat,
5. Mencetak dan
mengeluarkan mata uang sendiri
6. Sebagai sebuah kongsi dagang, dengan kewenangan
dan hak-hak di atas menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak istimewa dan
kewenangan yang sangat luas
7. VOC sebagai
kongsi dagang bagaikan negara dalam negara
8. Dengan memiliki hak untuk membentuk angkatan
perang sendiri dan boleh melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif
9. VOC terus berusaha memperluas daerah-daerah di
Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya
10. VOC juga
memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya.
11. Memerintah
di negeri jajahan.
Awal Karir VOC di Indonesia
Mengawali
ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Benteng
pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian
oleh VOC diberi nama Benteng Victoria. Pada awal pertumbuhannya sampai tahun
1610, “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus menjalankan tugas-tugas dan
menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi untuk perluasan
wilayah monopoli. “Dewan Tujuh Belas”yang berkedudukan di Amsterdam,
Belanda mengurus wilayah yang ada di
Kepulauan Nusantara.Sudah tentu “Dewan Tujuh
Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari secara cepat dan
efektif.
Sementara itu
persaingan dan permusuhan dengan bangsa-bangsa lain juga semakin keras. Berangkat
dari permasalahan ini maka pada 1610 secara kelembagaan diciptakan jabatan baru
dalam organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal. Gubernur jenderal
merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri
jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie).
Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan
gubernur jenderal.
Gubernur
jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Hal yang di lakukan
Pieter Both pertama kali adalah
mendirikan pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga
Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa
Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan.
Pedagang dari mana saja bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga dari
luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk juga Belanda. Dengan demikian Jayakarta
dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi kota dagang yang sangat ramai.
Kemudian pada
tahun 1611 Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa
Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem ( satu vadem sama
dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung. Tanah inilah
yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah Jawa dan menjadi cikal bakal Kota
Batavia.Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan menanamkan pengaruhnya
di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon
VOC semakin Merajalela
Pada tahun 1614
Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst (1614-1615). Baru
berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yang baru yakni Laurens
Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil dibangun Gedung
Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung. Orang-orang Belanda yang
tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Padaawalnya mereka bersikap baik dengan
rakyat. Lama kelamaan orang-orang Belanda mulai menampakkan sikap congkak, dan
sombong. Setelah merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara dan menikmati
keuntungannya yang melimpah dalam
berdagang, Belanda semakin berambisi ingin menguasai dan kadang-kadang
melakukan paksaan dan kekerasan.
Hal ini telah
menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa lokal. Oleh karena itu, pada
tahun 1618 Sultan Banten yang dibantu
tentara Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari
Jayakarta. Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang
dari Jayakarta pasukan Banten pada awal tahun 1619 juga mengusir Inggris dari
Jayakarta.
Dengan demikian
Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Kesultanan Banten. Tahun 1619
Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan
Pieterzoon Coen (J.P. Coen). J.P. Coen dikenal gubernur jenderal yang berani
dan kejam serta ambisius merasa bangsanya dipermalukan pasukan Banten dan
Inggris di Jayakarta. Maka J.P. Coen mempersiapkan pasukan untuk menyerang
Jayakarta. Armada angkatan laut dengan 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta.
Ternyata dalam
waktu singkat Jayakarta dapat diduduki VOC. Kota Jayakarta kemudian dibumihanguskan oleh J.P. Coen pada tanggal
30 Mei 1619. Di atas puing-puing kota Jayakarta itulah dibangun kota baru
bergaya kota dan bangunan di Belanda. Kota baru itu dinamakan Batavia sebagai
pengganti nama Jayakarta.J.P. Coen adalah gubernur jenderal yang sangat
bernafsu untuk memaksakan monopoli. Ia juga dikenal sebagai peletak dasar
penjajahan VOC di Indonesia.Dengan sikap congkak dan tindakan yang kejam,
J.P.Coen berusaha meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi Nusantara.
Cara VOC untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan
alam dilakukan antara lain :
1.Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya
dengan memaksakan monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku
2.Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan
produksi hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di
tangan kaum Pribumi, tetapi yang penting VOC dapat memperoleh hasil-hasil
pertanian itu dengan mudah, sekalipun harus dengan paksaan
3.VOC sementara
cukup menduduki tempat-tempat yang strategis
4.VOC melakukan campur tangan terhadap
kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan hasil
bumi dan pelaksanaan monopoli. Dalam kaitan ini VOC memiliki daya tawar yang kuat, sehingga dapat menentukan harga
5.Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan
masih tetap dipertahankan dengan harapan bisa dipengaruhi/dapat diperalat, kalau tidak mau baru diperangi.
6.Setelah berhasil membangun Batavia dan meletakkan
dasar-dasar penjajahan di Nusantara, pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke
negari Belanda. Ia menyerahkan kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier
7.Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P. Coen
diminta kembali ke Batavia. Akhirnya
pada tahun 1627 J.P. Coen tiba di Batavia dan diangkat kembali sebagai
Gubernur Jenderal untuk jabatan yang kedua kalinya
8.Pada masa jabatan yang kedua inilah terjadi
serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia
9.Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis
bagi VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari
markas besar VOC di Batavia
10.Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis
bagi VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari
markas besar VOC di Batavia
11.VOC semakin serakah dan bernafsu untuk menguasai
Nusantara yang kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi politik terhadap
kerajaan-kerajaan di Nusantara dan
pemaksaan monopoli perdagangan terus dilakukan
12.Politik devide et impera dan berbagai tipu daya
juga dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya
Masa-masa Kebangkrutan VOC
Pada abad ke-17
hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Banyak daerah yang
dikuasai VOC, namun ada persoalan-persoalan yang bermunculan. Semakin banyak
daerah yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan semakin kompleks.
Semakin luas daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota Batavia semakin
ramai dan semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Jepang
diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga
semakin dibanjiri penduduk, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah-masalah
sosial. Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga
kepengurusan VOC.
Pada tanggal 27
Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem
IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh
Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali
Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja.
Pengurus VOC
mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi
terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi
berpikir untuk memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya
semakin merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar
dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena serangkaian perang yang telah
dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan. Sementara itu para pejabat
VOC juga semakin feodal, misalnya semua orang harus turun dari kendaraan bila
berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus
menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa harus menyembah.
Kemudian
Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754.
Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor
kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran
gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia kuda yang menarik kereta
hanya empat ekor dan hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah
gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani
anggaran. mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua bermuatan
korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10 juta gulden
ketika kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya hanya
sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan kekayaan
20-30 ribu gulden dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per
bulan dan untuk menjadi karyawan VOC juga harus dengan menyogok.
Beban utang VOC
semakin berat, sehingga akhirnya VOC sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah
ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelam karena
korupsi). Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang
piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Pada waktu itu
sebagai Gubernur Jendral VOC yang terakhir Van Overstraten masih harus
bertanggung jawab tentang keadaan di HindiaBelanda. Ia bertugas mempertahankan
Jawa dari serangan Inggris.
No comments:
Post a Comment