Saturday, 13 February 2016

Organisasi VOC di Indonesia



Organisasi VOC di Indonesia

 Organisasi VOC di Indonesia

Lahirnya VOC

Tujuan kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk mendapatkan keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat dicapai setelah mereka menemukan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita tentang keuntungan yang melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas. 

Dengan demikian semakin banyak orang-orang Eropa yang tertarik pergi ke Nusantara.Para pedagang dari masing-masing Bangsa di Eropa saling bersaing satu sama lain. tidak hanya antarbangsa, antarkelompok atau kongsi dagang, dalam satu bangsa pun mereka saling bersaing. 

Oleh karena itu, untuk memperkuat posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dari suatu negara membentuk persekutuan dagang bersama. Sebagai contoh seperti pada tahun 1600 Inggris membentuk sebuah kongsi dagang yang diberi nama East India Company (EIC). 

Persaingan yang cukup keras juga terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan antar kongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah ada.

Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”.

Tujuan didirikan VOC

VOC terbentuk tanggal 20 Maret 1602. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam.Tujuan VOC yaitu:

  1. Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok atau kongsi pedagang Belanda yang telah ada,
  2. Memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang negara lain.

VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam.

Tugas VOC

1. Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara
2. Membentuk angkatan perang sendiri
3. Melakukan peperangan
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat,
5. Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri
6. Sebagai sebuah kongsi dagang, dengan kewenangan dan hak-hak di atas menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak istimewa dan kewenangan yang sangat luas
7. VOC sebagai kongsi dagang bagaikan negara dalam negara
8. Dengan memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif
9. VOC terus berusaha memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya
10. VOC juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya.
11. Memerintah di negeri jajahan.

Awal Karir VOC di Indonesia

Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Victoria. Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus menjalankan tugas-tugas dan menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi untuk perluasan wilayah monopoli. “Dewan Tujuh Belas”yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda  mengurus wilayah yang ada di Kepulauan Nusantara.Sudah tentu “Dewan Tujuh  Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari secara cepat dan efektif.

Sementara itu persaingan dan permusuhan dengan bangsa-bangsa lain juga semakin keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada 1610 secara kelembagaan diciptakan jabatan baru dalam organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal. Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. 

Gubernur jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Hal yang di lakukan Pieter Both pertama kali  adalah mendirikan pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan. Pedagang dari mana saja bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga dari luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk  juga Belanda. Dengan demikian Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi kota dagang yang sangat ramai.

Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem ( satu vadem sama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah  Jawa dan menjadi cikal bakal Kota Batavia.Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan menanamkan pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon

VOC semakin Merajalela

Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst (1614-1615). Baru berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yang baru yakni Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil dibangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung. Orang-orang Belanda yang tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Padaawalnya mereka bersikap baik dengan rakyat. Lama kelamaan orang-orang Belanda mulai menampakkan sikap congkak, dan sombong. Setelah merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara dan menikmati keuntungannya yang melimpah dalam  berdagang, Belanda semakin berambisi ingin menguasai dan kadang-kadang melakukan paksaan dan kekerasan.

Hal ini telah menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa lokal. Oleh karena itu, pada tahun 1618 Sultan  Banten yang dibantu tentara Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta. Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang dari Jayakarta pasukan Banten pada awal tahun 1619 juga mengusir Inggris dari Jayakarta. 

Dengan demikian Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Kesultanan Banten. Tahun 1619 Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J.P. Coen). J.P. Coen dikenal gubernur jenderal yang berani dan kejam serta ambisius merasa bangsanya dipermalukan pasukan Banten dan Inggris di Jayakarta. Maka J.P. Coen mempersiapkan pasukan untuk menyerang Jayakarta. Armada angkatan laut dengan 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta.

Ternyata dalam waktu singkat Jayakarta dapat diduduki VOC. Kota Jayakarta kemudian  dibumihanguskan oleh J.P. Coen pada tanggal 30 Mei 1619. Di atas puing-puing kota Jayakarta itulah dibangun kota baru bergaya kota dan bangunan di Belanda. Kota baru itu dinamakan Batavia sebagai pengganti nama Jayakarta.J.P. Coen adalah gubernur jenderal yang sangat bernafsu untuk memaksakan monopoli. Ia juga dikenal sebagai peletak dasar penjajahan VOC di Indonesia.Dengan sikap congkak dan tindakan yang kejam, J.P.Coen berusaha meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi Nusantara. 


Cara VOC untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan alam dilakukan antara lain :

1.Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku

2.Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di tangan kaum Pribumi, tetapi yang penting VOC dapat memperoleh hasil-hasil pertanian itu dengan mudah, sekalipun harus dengan paksaan

3.VOC sementara cukup menduduki tempat-tempat yang strategis

4.VOC melakukan campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan hasil bumi dan pelaksanaan monopoli. Dalam kaitan ini VOC memiliki daya tawar  yang kuat, sehingga dapat menentukan harga

5.Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap dipertahankan dengan harapan bisa dipengaruhi/dapat diperalat,  kalau tidak mau baru diperangi.

6.Setelah berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan di Nusantara, pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negari Belanda. Ia menyerahkan kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier

7.Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya  pada tahun 1627 J.P. Coen tiba di Batavia dan diangkat kembali sebagai Gubernur Jenderal untuk jabatan yang kedua kalinya

8.Pada masa jabatan yang kedua inilah terjadi serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia
9.Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis bagi VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia

10.Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis bagi VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia

11.VOC semakin serakah dan bernafsu untuk menguasai Nusantara yang kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi politik terhadap kerajaan-kerajaan  di Nusantara dan pemaksaan monopoli perdagangan terus dilakukan

12.Politik devide et impera dan berbagai tipu daya juga dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya

Masa-masa Kebangkrutan VOC

Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Banyak daerah yang dikuasai VOC, namun ada persoalan-persoalan yang bermunculan. Semakin banyak daerah yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan semakin kompleks. Semakin luas daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial. Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC.

Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. 

Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan. Sementara itu para pejabat VOC juga semakin feodal, misalnya semua orang harus turun dari kendaraan bila berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa harus menyembah.

Kemudian Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754. Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia kuda yang menarik kereta hanya empat ekor dan hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani anggaran. mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10 juta gulden ketika kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya hanya sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan kekayaan 20-30 ribu gulden dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per bulan dan untuk menjadi karyawan VOC juga harus dengan menyogok. 

Beban utang VOC semakin berat, sehingga akhirnya VOC sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelam karena korupsi). Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Pada waktu itu sebagai Gubernur Jendral VOC yang terakhir Van Overstraten masih harus bertanggung jawab tentang keadaan di HindiaBelanda. Ia bertugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.

No comments:

Post a Comment