Saturday, 13 February 2016

Perang Melawan Penjajahan Kolonial Hindia Belanda



Perang Melawan Penjajahan Kolonial Hindia Belanda

Perang Melawan Penjajahan Kolonial Hindia Belanda

1. Perang tondano I

Orang-orang Spanyol sudah ada di Minahasa terlebih dahulu. Orang-orang Minahasa dan Spanyol sudah menjalin hubungan perdagangan. Pada abad ke XVII hubungan dagang mereka terganggu karena VOC datang. VOC sudah menanamkan pengaruhnya di ternate dan sampai gubernur Ternate Simon Cos mendapatkan kepercayaan bahwa orang Minahasa terbebas dari pengaruh Spanyol. Simon Cos mengawasi Pantai timur Minahasa sehingga para pedagang Minahasa dan Spanyol yang tadinya bebas berdagang mulai tersingkir. VOC memaksa agar pedagang Mihasa menjual beras kepadanya, tetapi Minahasa menolaknya. Terjadilan perang antara VOC Vs Minahasa. Untuk melemahkan Minahasa, VOC membendung sungai Temberen, akibatnya aliran sungai meluap dan membanjiri tempat tinggal penduduk. Orang Minahasa kemudian pindah ke Danau Tondano dengan rumah-rumah apung. Pasukan VOC mengepung Tondano dan Simon Cos mengultimatum bahwa:

1.                  Para pemberontak dari Tondano harus diserahkan kepada VOC
2.                  Orang Tondano harus ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak karena banyak tanaman padi yang rusak gara-gara luapan sungai temberan

Ultimatum VOC tersebut di acuhkan oleh Tondano, akibatnya VOC ditarik mundur ke Manado. Tetapi, rakyat Tondano mempunyai masalah karena hasil-hasil pertaniannya tidak ada yang beli. Akhirnya rakyat Tondano mendekati VOC agar mau membeli hasil pertaniannya. Dengan demikian terbukalah tanah Minahasa terhadap keberadaan VOC. Berakhirlah perang tondano I.


2. Perang tondano II

Terjadi abad ke 19. Latar belakang perang ini pada saat Daendels menjadi gubernur belanda (dia mendapat mandat mempertahankan Jawa dari Inggris) salah satunya adalah pada saat perekrutan tenaga pribumi untuk membantu belanda melawan inggris (mereka yang dipilih adalah suku-suku yang memiliki keberanian berperang). Suku-suku yang dianggap pemberani seperti orang dayak, madura dan minahasa. Dari minahasa di target mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa, tetapi orang-orang Minahasa tidak setuju dengan usul tersebut. Akhirnya banyak pemimpin desa Minahasa yang meninggalkan rumah dan memerangi VOC. Mereka memusatkan perjuangannya di Tondano.

Salah satu pemimpin perang tersebut bernama Ukung Lonto (ia menegaskan bahwa rakyat harus memerangi VOC sebagai bentuk penolakan perekrutan pegawai dan menolak memberikan beras secara cuma-cuma). Akhirnya tanggal 23 Oktober 1808 terjadi perang antara rakyat minahasa vs VOC di Tondano, Minawanua. Belanda membendung lagi sungai temberan. Prediger (salah satu orang VOC) menyusun 2 pasukan kuat untuk menyerang orang Minahasa. Pasukan 1 menyerang Danau Tondano, pasukan 2 menyerang Minawanua. Pasukan I berhasil merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanna orang-orang Minahasa di Minawanua (walaupun malam, pasukan minahasa pantang mundur menyerang VOC) danVOCpun sempat kewalahan.

Tanggal 24 Okt 1808, pasukan belanda dari Barat membordir kampung pertahanan Minawanua (Belanda terus melakukan serangan sehingga kampung tersebut seperti tidak ada lagi kehidupan), Prediger pun akhirnya menggendorkan serangan. Tetapi, tiba-tiba orang Tondano muncul dan menyerang akibatnya banyak korban yang berjatuhan dari VOC.

Pasukan Belanda ditarik mundur, seiring dengan itu Sungai temberan yang dibendung meluap sehingga mempersulit VOC sendiri (tersebar berita juga bahwa kapal besar belanda yang paling besar tenggelam di Danau. Perang Tondano II berlansung lama sampai dengan 1809.

Dalam suasana kekurangan makanan ada pejuang Minahasa yang akhirnya memihak belanda. Akhirnya tanggal 4-5 agustus 1809, benteng Moraya hancur bersama pejuang yang akan mempertahankannya. Akhirnya para pejuang tersebut memilih mati daripada menyerah kepada VOC.

3. Pattimura angkat senjata

Maluku dengan rempah-rempahnya bagaikan mutiara dari timur. Pada masa Belanda datang ke Indonesia, belanda merusak semua tata perekonomian di Maluku seperti memeonopoli perdagangan. Setelah Inggris di Maluku, keadaan kembali tenang seperti semula karena Inggris membayar hasil bumi pada Maluku. Tetapi setelah Belanda datang lagi ke maluku akhirnya maluku kembali di monopoli, rakyat kembali disuruh membayar upeti, kerja rodi yang membuat rakyat Maluku menderita. 

Menghadapi kondisi yang demikian, tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Diadakanlah pertemuan di Pulau Haruku (pulau tang dihuni orang islam) dan Pulau Saparua (orang kristen). Pertemuan selanjutnya di Hutan Kayuputih, dan mereka menyimpulkan rakyat maluku tidak mau terus menderita akibat kekejaman Belanda. Rakyat Maluku yang di pimpin oleh Thomas Matulessi ( Pattimura) menghancurkan kapal Belanda di Pelabuhan. 

Pejuang Maluku kemudian menuju ke benteng Duurstede (pasukan belanda berkumpul dibenteng tsb). Terjadilah pertempuran antara rakyat Maluku vs Belanda. Belanda di pimpin oleh Van Den Berg. Selain Pattimura ada pejuang lain seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Pejuang Maluku menyerbu benteng Duurstede (mereka tidak menghiraukan tembakan dari belanda)
Sementara Para pejuang Maluku masih menggunkaan keris dan pedang. Para pejuang Maluku dapat masuk dalam benteng, dan Duurstede dapat dikuasai pejuang Maluku. Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes sebanyak 300 prajurit, namun bantuan ini digagalkan oleh Pattimura bahkan Beetjes terbunuh.

Selanjutnya, Pattimura memusatkan perjuangannya untuk menyerang benteng Zeelandia. Benteng Zeelandia di perkuat dibawah pimpinan Groot tetapi Pattimura gagal menembus benteng Groot. Upaya perdamaian dilakukan Belanda tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut benteng Duurstede. 

Agustus 1817, Saparua di blokade benteng Duurstede dikepung dan akhirnya benteng duurtede jatuh ke tangan belanda. Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan gerilya. Bulan November, beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu (Ayah Kristina Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa tersebut, Christina Marta Tiahahu akhirnya pergi ke hutan untuk bergerilya. Belanda belum puas sebelum menangkap Pattimura. Bahkan memberikan ultimatum kepada siapa saja yang berhasil menangkap Pattimura akahn di berikan hadiah 1.000 gulden. 

Setelah 6 bulan memimpin perlawanan akhirnya Pattimura tertangkap. Tepat tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu juga akhirnya tertangkap, dia tidak di hukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya di buang ke Jawa sebagai pekerja rodi. Didalam kapal Christina jatuh sakit dan akhirnya dia meninggal kemudian jenazahnya di buang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga, dan berakhirlah perang Pattimura

4. Perang padri

Perang Padri terjadi di Minangkabau , Sumatera Barat yaitu tahun 1821-1837. Perang Padri terjadi antara Kaum adat dan kaum Islam. Perang ini bermula adanya pertentangan antara kaum padri dan kaum adat telah menjadi pintu masuk bagi campur tangan Belanda. Perlu dipahami Masyarakat Sumatera barat telah memeluk islam, tetapi sebagian masyarakat masih memegang teguh adat yang kadang bertentangan dengan ajaran Islam. Tahun 1803,datanglah 3 orang ulama yang baru saja melaksanakan ibadah haji, mereka adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka datang untuk melakukan pemurnian ajaran Islam di Minangkabau ini (yang disebut kaum padri). kaum padri ini oleh belanda disebut sebagai padre yang menunjuk pada orang islam yang berpakaian putih, karena orang adat minangkabau menggunakan pakaian hitam. 

Dalam melaksanakan pemurnian ajaran islam, kaum padri menentang kaum adat (seperti berjudi, minum-minuman keras, menyabung ayam). Kaum adat yang didukung pejabat menolak ajaran padri akhirnya terjadilah pertentangan diantara mereka.

Fase pertama (tahun 1821-1825)

September 1821, pos simawang menjadi sasaran paderi. Rakyat padri menggunakan tombak dan parang. Sedangkan belanda dan adat menggunakan senjata lebih modern seperti meriam dan senjata api. 1823 Padri bisa mengalahkan tentara Belanda di kapau. Kesatuan Padri kemudian berpusat di Bonjol, pemimpin mereka yang terkenal bernama Peto Syarif. Karena pasukan padri berhasil menguasai pasukan Belanda, akhirnya Belanda kewalahan dan mengambil strategi untuk berdamai. 26 januari 1824, terjadilah perundingan damai yang mana perundingan ini terkenal dengan nama Perjanjian Masang. Tetapi perundingan damai tersebut di ingkari oleh Belanda karena Belanda menyerang pasukan padri.


Fase II (1825-1830)


Karena tahun ini Belanda menghadapi perang Diponegoro, akhirnya Belanda ingin mengakhiri perang dengan Padri. Awalnya Pasukan Padri yang dipimpin oleh Imam Bonjol menolaknya, tetapi atas bantuan Sulaiman Aljufri (saudagar Arab) akhirnya imam bonjol mau menyepakati perundingan damai tersebut. 15 November 1825, terjadilah perjanjian Padang yang isinya:

1.                  Belanda mengakui kekuasaan pimpinan Padri
2.                  Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
3.                  Kedua belah pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan perjalanan
4.                  Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam

Fase III (1830-1837)


Kaum Padri mendapat simpati dari kaum adat. 1831, Elout melakukan serangan besar-besaran. 1834 belanda menyerang pasukan Imam Bonjol. Tanggal16 Juni 1835, benteng diperbukitan dekat bonjol di hujani meriam. Belanda mengajak berdamai lagi, tetapi Imam Bonjol mau menerima asal Rakyat Bonjol dibebaskan dari kerja paksa tetapi pihak Belanda tidak memberikan jawaban. Sampai tahun 1836, benteng Bonjol berhasil di pertahankan tetapi pasukan mereka satu persatu di serang Belanda dan hal ini memperlemah posisi mereka. Okt 1837, belanda menyerang Bonjol dan 25 Okt 1837 Imam Bonjol di tangkap dia dibuang ke Cianjur, kemudian ke Ambon , dan Manado. Sampai akhirnya 6 November 1864 Imam Bonjol meninggal.


5. Perang diponegoro

Abad 19 keadaan di Jawa khususnya Surakarta dan Yogyakarta sangat memprihatinkan. Belanda selalu intervensi pemerintahan kerajaan di Jawa akibatnya gaya hidup mereka berubah, seperti minum-minuman keras. Rakyat juga banyak diperas akibatnya mereka semakin menderita karena mereka harus membayar pajak, bahkan ibu-ibu yang menggendong anaknya di jalan umum harus membayar pajak. Dalam penderitaan rakyat muncul bangsawan di kerajaan dia adalah anak dari Pakubuwana III yaitu Raden Mas Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro. 

Insiden anjir

1823, smissaert dan patih danurejo memerintahkan untuk membuat jalan dan memasang anjir (patok). Secara sengaja pemasangan anjir ini melewati pekarangan milik pangeran Diponegoro di tegalrejo tanpa ijin. Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabut anjir, tetapi danurejo memasang kembali anjir tersebut. Dengan keberaniannya anjir tersebut dicabut kembali oleh pengikut diponegoro dan di ganti sama tombak. Akhirnya tanggal 20 Juli 1825, meletuslah perang Diponegoro. Rakyat tegalrejo berduyun-duyun berkumpul dan mereka membawa persenjataan perang seperti tombak, pedang, lembing. Belanda membungihanguskan tentara pribumi, akhirnya diponegoro menyingkir ke bukit selarong.

Untuk mengawali perlawanannya pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua Selarong dan beliau mendapat dukungan dari masyarakat luas.     Pangeran Diponegoro akhirnya melaukan langkah-langkah seperti:

1.                  Merencanakan serangan ke keraton
2.                  Mengirim kurir kepada bupati dan ulama agar mempersiapkan perang melawan belanda
3.                  Menyusun daftar nama Bangsawan siapa yang lawan dan siapa yang kawan
4.                  Membagi kawasan perang

Dengan taktik yang demikian, diponegoro mendapatkan banyak kemenangan. Beberapa pos Belanda dapat dikuasai. Perluasan perang Diponegoro pun meluas sampai ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang, Madiun , Magetan, Kediri. Perang Diponegoro menggerakkan seluruh kekuatan Jawa sampai akhirnya perang ini disebut Perang Jawa. Sasaran belanda yaitu pos pertahanan pangeran Diponegoro di Gua Selarong tanggal 4 Oktober 1825, tetapi ternyata pos tersebut sudah dikosongkan (bagian dari strategi diponegoro). 

Pusat perlwanan dipindah ke Dekso di bawal Ali Basyah Sentot Prawirodirjo. Perlawanan Diponegoro senatiasa bergerak dari pos pertahananan yang satu ke yang lain akhirnya Belanda pun kebingungan. Akhirnya jendral De Kock menerapkan strategi dengan sistem “benteng stelsel”. Dengan taktik benteng stelsel sedikit demi sedikit perlawanan diponegoro berhasil dipadamkan. 

Dengan sistem benteng stelsel, para pemimping perang diponegoro banyak yang tertangkap. Insiden ini pula membawa berakhirnya perang diponegoro yang banyak menguras biaya perang bagi pihak Belanda

6. Perang bali

Sejak abad ke 19 Belanda sudah menjalin hubungan dagang dengan Bali. 2 misi Belanda di bali ada 2 yaitu urusan politik dan ekonomi. Urusan ekonomi berjalan lancar, tetapi misi politik agak tersendat karena aja-raja di Bali menerapkan hak Tawan Karang. Akhirnya belanda mendekati raja-raja tersebut untuk mencabut hak tawan karang. Kecuali Raja Buleleng dan Karangasem tidak mencabut hak tersebut. Belanda meminta ganti rugi terhadap perampasan kapal milik Belanda tersebut.      

Atas usul patih I Gusti Ketut Jelantik, Raja Gusti Ngurah Made Karangasem menolak permintaan Belanda. Akhirnya terjadilah perang.

Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng berperang mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih modern, akhirnya pasukan Buleleng semakin terdesak. Benteng pertahanan Bulelng jebol dan Ibukota Singaraja di kuasai Belanda. Akhirnya patih jelantik terpaksa mundur sampai ke desa jagaraga. Sampai akhirnya pasukan Buleleng disuruh untuk menandatangani perjanjian tanggal 6 Juli 1946, yang isinya:

1.                  dalam waktu 3 bulan raja buleleng harus mengancurkan benteng pertahannya dan tidak boleh membangun benteng lagi
2.                  Raja buleleng harus membayar biaya perang sebesar 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan patih jelantik kepada belanda
3.                  Belanda diijinkan menempatkan pasukannya di Buleleng

Perjanjian tersebut akhirnya di langgar oleh raja buleleng. Dia justru membangun benteng di desa jagaraga sebagai pertahanan dan masih melaksanakan tawan karang. Tahun 1847 ada kapal asing yang singgah di bali, dan dirampas oleh rakyat bali. Sudah tentu belanda sangat marah dengan keadaan ini, dan meminta raja buleleng untuk menepati perjanjian tetapi malah raja buleleng tidak menuruti aturan belanda. Akhirnya terjadilah perang.

Tanggal 8 Juni 1848, Belanda menyerang benteng jagaraga dengan tembakan meriam. Tetapi pasukan buleleng bisa menghalau tembakan tersebut, justru banyak pasukan Belanda yang luka-luka akibat gelar supit urang oleh Patih jelantik. Belanda akhirnya mundur tetapi mempersiapkan perang lebih dasyat agar bisa menang. 

Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Runtuhlah Benteng Jagaraga, sebagai pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. 

Raja Buleleng diikuti I Gusti Ktut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Mereka tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri. Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ktut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda

7. Perang banjar

Di Kalimantan selatan ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan banjarmasin atau Kerajaan banjar. Kerajaan ini terkenal dengan intan, emas, lada, rotan, dan damar. Salah satu pihak asing yang berambisi menguasai banjar adalah Belanda.

Tahun 1817 telah ada perjanjian antara Sultan Sulaiman (raja banjar) dengan Belanda, salah satu isinya adalah sulaiman harus menyerahkan wilayah banjarmasin kepada belanda. Dengan wilayah yang semakin sempit, banyak yang masala, seperti penghasilan mereka semakin kecil dan Rakyat pun menjadi menderita akibat pajak yang dibebankan mereka. 

Dalam keadaan yang serba sulit, ada pula masalah intern dalam kerajaan (intervensi Belanda). Permasalahan lain timbul juga yaitu kematian yang tiba-tiba Putera mahkota Abdul Rahman. Sementara Sultan Adam memiliki kandidat sevagai penggantinya yaitu: Pangeran Hidayatullah (didukung pihak istana dan mengantongi surat wasiat sebagai pengganti sultan adam), Pangeran Tamjidillah (didukung Belanda), dan Prabu Anom (didukung Mangkubumi). 

Tahun 1857, Sultan Adam meninggal dan Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai pengganti dan Hidayatullah sebagai Mangkubumi (padahal menurut wasiat tidak sesuai). Oleh karena itu wajar jika banyak rakyat yang protes dan kecewa. Tamjidillah memiliki peragai yang tidak baik(suka minum-minuman keras, menghapus hak istimewa pada saudaranya termasuk tidak menganggap surat wasiat dari Sultan adam, keadaan di istana pun semakin memburuk). Salah satu gerakan protes yang dilontarkan masyarakat datang dari Penghulu  Abdulgani. Ada salah satu masyarakat yang protes juga dia bernama Aling (Panembahan Muning), dalam semedinya dia berfirasat kesultanan banjar sebaiknya dipimpin oleh Pangeran Antasari (sepupu hidayatullah, karena dia juga keturunan raja banjar). 

Omongan Aling semakin membuat kacau kerajaan, dan dia mendirikan gerakan Tambai Mekah (Serambi Mekkah) dan banyak pengikutnya, karena dia dianggap sakti. Aling memanggil Antasari untuk bergabung dan memang Antasari juga berniat untuk menggulingkan Tamjidillah dan VOC . Antasari selain di dukung oleh Aling dia juga dapat dukungan dari pemimpin orang Dayak (Sultan Pasir&Tumenggung Surapati)
Tanggal 28 April 1859, Aling dan Kuning menyerbu kawasan Pengaron. Walaupun gagal menduduki benteng, tapi Aling dan pengikutnya berhasil membakar kawasan tersebut dan pemukiman orang-orang Belanda yang ada di Pengaron. Karena Tamjidillah tidak mampu memerintah dan banyak rakyat yang kecewa akhirnya tanggal 25 Juni 1859 dia mengundurkan diri dan menyerahkan Banjar kepada Belanda. Antasari beserta para Ulama yang mendukung dia berhasil menduduki benteng Belanda di Tabanio. 

Semua para pejuang Banjar (termasuk Hidayatullah) mengucapkan sumpah “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” para pejuang tidak akan menyerah sampai titik darah penghabisan. Belanda sebenarnya mau mengajak Hidayatullah untuk bersatu dan akan dijadikan Sultan banjar, tetapi karena Hidayatullah mengetahui akal licik Belanda ia justru memilih untuk memerangi Belanda. Belanda pun memperkuat pasukan dan mendirikan benteng pertahanan. 

perlu diketahui bahwa setelah Hidayatullah pergi dari martapura dia diangkat sebagai Sultan. Hidayatullah menyatakan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda. Karena jumlah pasukan dan senjata belanda lebih unggul pasukan Hidayatullah bersama yang lain berhasil dipukul mundur. Tanggal 28 Februari 1862, Hidayatullah berhasil ditangkap dan diasingkan di Cianjur Jabar (berakhirlah perang Hidayatullah). Di pihak lain, Pangeran Antasari terus melanjutkan perjuangannya. Belanda berhasil memukul mundur pasukan antasari dan memindahkan pertahanannya di hulu sungai teweh. Tetapi Pangeran Antasari wafat, perlawanan dilanjutkan anaknya yang bernama Muhammad seman dan muhammad said. Walaupun mereka gigih dalam melawan kekuatan VOC mereka berhasil dikalahkan karena pasukan belanda lebih licik dan banyak. Dengan meninggalnya pemimpin, berakhir pula perang banjar sampai tahun 1905

8. Aceh berjihad

Perang Aceh terjadi tahun 1873 – 1912. Aceh memiliki tempat yang strategis dan hasil bumi yang melimpah seperti lada, hasil tambang, dan hasil hutan oleh karena itu belanda ingin menguasainya. Strateginya belanda adalah dengan politik adu domba. Salah satu hal yang merugikan Aceh adalah adanya traktat sumatera (Inggris memberikan kebebasan kepada belanda untuk memperluas wilayahnya sampai Sumatera).
Hal ini merupakan ancaman bagi sultan Aceh.Aceh minta bantuan senjata kepada Turki, Italia, AS.Langkah aceh diketahui oleh belanda, yang membuat belanda mengultimatum agar aceh tunduk kepada Belanda. 26 maret 1873 terjadilah pertempuran antara aceh dan belanda (karena Aceh tidak menghiraukan ultimatum tersebut).

Aceh di pimpin oleh Sultan mahmud Syah II. Persiapan aceh antara lain: membangun pos pertahanan di sepanjang pantai aceh. 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya BaiturrahmanDalam perang pertama pasukan Belanda berhasil dipukur mundur.
Pada tanggal 9 Desember 1873 , Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan ini dipimpin oleh J. van Swieten pertempuran ini terjadi di masjid Baiturrahman dan tanggal 6 januari 1874, masjid ini dibakar oleh Belanda. Belanda pun dapat menduduki Istana karena Sultan mahmud mengkosongkan istana. 28 januari 1874 Sultan Mahmud meninggal karena wabah kolera. Jatuhnya masjid dan Istana, belanda mengultimatum bahwa Aceh sudah menjadi kekuasaan Belanda. 

Putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur maka diangkatlah Tuanku Hasyim Banta Muda sebagai wali. Para pejuang aceh terus semangat mengobarkan perang, mereka tambah semangat karena kepulangan Habib Abdurrahman dari Turki (dia bersatu bersama Tengku Cik Di Tiro untuk melawan Belanda). Dengan serangan bertubi-tubi akhirnya Andurrahman menyerah kepada Belanda, dan Tengku Cik Di Tiro mundur untuk melanjutkan perang. 

Tahun 1884, Daud Syah sudah dewasa dan para pemimpin perang Aceh seperti Tuanku Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan Perang Sabil (perang melawan kafir Belanda). Di Aceh bagian barat muncul pejuang Aceh yaitu Teuku Umar bersama istrinya Cut Nyak Dien, perlawanan semakin meluas sampai akhirnya Belanda kewalahan. Akhirnya belanda menerapkan strategi “Konsentrasi Stelsel atau Stelsel Konsentrasi” tapi gagal bahkan menumbuhkan pejuang aceh hingga perlawanannya meluas dengan strategi gerilya. Di tengah berkobarnya perang Tengku Cik Di Tiro meninggal dan diganti anaknya Tengku Ma Amin Di Tiro. Terbersit berita juga bahwa Teuku Umar menyerah pada Belanda dia dijadikan panglima tentara Belanda, setelah dia mendapatkan pasukan justru dia berbalik menyerang belanda (Het verraad van Teukoe Oemar = Pengkhianatan Teuku Umar). 

Hal ini membuat belanda geram dan kewalahan menghadapi Aceh. Akhirnya belanda mau menyetujui usulan Snouck Horgronye (dia menyamar menjadi orang islam dan mempelajari adat istiadat aceh yang kental dengan islamnya). 

Langkah-langkah usulan snouck, antara lain:


  • Perlu memecah belah Aceh, sebab di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama, dan rakyat
  • Menghadapi pemimpin perang aceh harus dengan kekuatan senjata
  • Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan

Belanda segera melaksanakan taktinya dan terjadilah pertempuran, dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur, dan perlawanan dilanjutkan istrinya. Di lain pihak, karena banyaknya tekanan (belanda menangka istri Sultan, Pocut Murong) akhirnya Daud Syah menyerah kepada Belanda. Semangat juang Aceh terus berkobar tetapi karena serangan Belanda yang bertubi-tubi membuat Cut Nyak Dien di tangkap dan akhirnya dia dibuang ke Sumedang sampai akhirnya dia wafat tanggal 8 November 1908. Perlawanan aceh kemudian di pimpin oleh Cut Mutia, tetapi karena pihak belanda bisa menguasai medan perang akhirnya Cut Mutia berhasil di deska dan gugur setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya

9. Perang batak

Setelah perang Padri berakhir, Belanda meluaskan daerahnya ke Batak. Hal ini merupakan ancaman bagi masyakarat Batak, selain itu mereka juga menyebarkan agama kristen.Masyarakat batak menentang agama yang di bawa Belanda, karena di khawatirkan akan menghilangkan tatanan tradisional masyarakat Batak yang turun-temurun. Si Singamangaraja XII menyuruh warganya untuk mengusir para zendeling yang memaksakan agama kristen kepada warga dan pos zendeling pun mereka bakar. Akibatnya menimbulkan kemarahan bagi Belanda. 

Pada Tanggal 8 Januari 1848 pecahlah perang Batak dan menyuruh pasukannya menduduki Silindung. Alasan Belanda melindungi Zendeling hanya alasan belaka, tujuan utama Belanda akan menduduki Silindung sebagai langkah awal belanda untuk memasuki tanah batak. Perang pertama pasukan si singamangaraja XII terpaksa di pukul mundur karena kekuatannya mereka tidak seimbang dengan Belanda. Belanda menyerang bakkara (benteng dan istana si singamangaraja xii) dan berhasil disusuki belanda, Raja pun berhasil meloloskan diri

Tahun 1907, Pasukan Belanda di bawah Hans Cristoffel Belanda memfokuskan penangkapan Si Singamangaraja, belanda menggunakan siasat licik yaitu menagkap istri raja (Boru Sagala) dan 2 anaknya. Akhirnya tanggal 17 Juni 1907, posisi si singamangaraja semakin terdesak karena sebelumnya dia bertahan agar tidak menyerah tetapi sampai akhirnya raja tertembak mati.

No comments:

Post a Comment