Kerajaan Mataram
Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram
Setelah kerajaan Demak berganti
nama, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun
demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha
menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan
Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah sayembara
bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan
diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang
merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut.
Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutawijaya berhasil mengalahkan dan
membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak
angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat
Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan memberitahukannya kepada
Sultan Hadiwijaya.Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki Pemanahan dan
Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang membunuh Arya
Penangsang.
Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi
memperoleh tanah di Pati.Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi
desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap
bersaing dengan Pajang sebagai atasannya.
Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya,
Danang Sutawijaya. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak kepada Pajang.
Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582). Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja
Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu
wilayah bagian dari Mataram yang beribukota di Kotagede. Panembahan Senopati
dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.
Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582.Pusat kerajaan ini terletak di
sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam,
Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan
secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.Hal ini terlihat dari semangat
raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk
daerah kekuasaannya. Ki Gede Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok
yang kemudian menjadi sebuah kota yang semakin ramai dan makmur hingga disebut
Kota Gede (kota besar).
Raja-raja
di Kerajaan Mataram
1.
Sutawijaya
Setelah menjadi Raja Mataram, gelarnya adalah Panembahan Senopati ing
Alaga (Sang Panglima Yang DiJunjung atau Sang Panglima Di Medan Laga). Danang
Sutawijaya adalah putra sulung pasangan Ki Ageng Pemanahan (keturunan brawijaya
V) dan Nyai Sabinah (keturunan Sunan Giri). Hampir sepanjang Masa pemerintahan
digunakan untuk melakukan penaklukan. Senopati Banyak Melakukan penaklukan ke
timur, hinga akhirnya wilayah-wilayah penting seperti Jepara, Madiun, Kediri,
Bojonegoro, dan sebagian Surabaya berada dibawah kekuasan Mataram. Senopati
telah menjadikan Mataram Yang Semula hanya pemukiman kecil dipedalaman menjadi
kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
2.
Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati ing Ngalaga Mataram
Nama aslinya adalah Raden Mas Jolang. Ayahnya Panembahan senopati, Ibunya
Ratu Mas Waskitajawi (putri dari Ki Ageng Penjawi). Punya istri 2, Ratu Tulungayu putri dari
Ponorogo anaknya
bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Istri kedua Dyah Banowati putri Pangeran Benawa
(raja Pajang) melahirkan anak bernama Raden Mas Rangsangdan Ratu Pandansari (kelak
menjadi istri Pangeran Pekik).
Sejak awal pemerintahannya, ia harus menghadapi
pemberontakan dari daerah-daerah yang telah ditundukkan oleh ayahnya.
Daerah-daerah tersebut berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Mataram dan
berusaha menjadi daerah merdeka. Hal ini disebabkan kekuasaan Mataram atas Jawa
sejak pemerintahan Panembahan Senapati bukan merupakan kekuasaan yang bulat dan
utuh bahkan kekuasaan di tiap-tiap daerah harus ditundukkan dengan kekuatan
senjata. Saat raja baru bertahta, daerah-daerah tersebut berusaha meraih
kemerdekaannya kembali. Pada tahun 1602 M Raden Mas Kejuron yang telah diangkat
menjadi adipati Demak melakukan pemberontakan (adik tiri yang lahir dari selir
bernama Nyai Adisara). Alasan memberontak
karena Raden Mas tidak puas dengan daerah kekuasaannya di Demak sehingga
ia mulai menyerang daerah di sebelah utara Pegunungan Kendeng. Mas Jolang malah
bersedia menyerahkan wilayah bagian utara kerajaan tersebut kepada kakaknya.
Hal ini dianggap sebagai kelemahan dan ketakutan
raja sehingga ia meneruskan penyerangan hingga ke Tambak Uwos. Mas Jolang
meninggal saat berada di taman perburuan (krapyak) sehingga kemungkinan besar
penyebab kematiannya karena kecelakaan sewaktu berburu. Setelah meninggal,
beliau terkenal dengan sebutan Panembahan Seda Ing Krapyak. Beliau kemudian dimakamkan
di dekat masjid Kotagede di sebelah bawah makam ayahnya
3. Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi
Prabu Hanyakrakusuma)
Putra dari pasangan Mas Jolang dan Ratu Dyah Banowati. Nama gelarnya
adalah Sultan Agung . Dia merupakan Sultan ke 3 pengganti ayahnya di Mataram. Pada
masa dia, kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan. Sultan Agung memiliki dua
orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan
Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit".
Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki
Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).
Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan
Hanyakrakusuma“, Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti
gelarnya menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma”. Pada tahun 1614 VOC
(yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan
Agung bekerja sama namun ditolak.
Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang
berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak
bekerja sama dengan VOC.Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan
Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi
Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan
dengan VOC.Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata
menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya.Dia mencoba menjalin hubungan
dengan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC-Belanda. Namun hubungan
kemudian diputus tahun 1635 karena menyadari posisi Portugis saat itu sudah
lemah.
Seluruh Pulau Jawa akhirnya berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram,
kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC-Belanda. Sultan Agung berhasil
menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar tidak hanya dibangun di atas
pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung
dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.
Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti
Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada
sektor pertanian. Sultan Agung
juga menaruh perhatian pada kebudayaan. Dia memadukan Kalender Hijriyah yang
dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman.
Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan
rakyat Mataram.
Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah yaitu Sastra
Gending ( berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin). Di
luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang
besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia adalah
pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari kalangan
ulama.
4.
Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)
Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin. Anak dari Sultan Agung, Ibunya
bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang. Pada masa
pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan. Amangkurat I memiliki dua orang
permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang
melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri
keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat atau nama
lainnya Pangeran Puger, kelak menjadi Pakubuwana I.
Amangkurat I mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang
sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan
terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan
dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung
Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut Blambangan yang telah dikuasai Bali,
namun keduanya dibunuh di tengah jalan.
Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered.Perpindahan istana
tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik
Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini
mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit.
Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya.
Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan
membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan
berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC.
Amangkurat I juga berselisih dengan putra mahkotanya, yaitu Raden Mas
Rahmat yang menjadi Adipati Anom (Raja Muda). Perselisihan ini dilatarbelakangi
oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran
Singasari (putra Amangkurat I lainnya).
Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi
gagal.Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya,
Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracuni Mas Rahmat. Perselisihan memuncak
tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi
(seorang putri cina). Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya
sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat
sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. Mas
Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom bertemu dengan Raden
Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670.
Panembahan Rama mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan
pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai untuk melakukan pemberontakan
terhadap Amangkurat I. Maka dimulailah pemberontakan Trunajaya (pangeran
Madura).Di bawah pimpinan Trunajaya, pasukan gabungan orang-orang Madura,
Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I.
Kemenangan demi kemenangan atas pasukan Amangkurat I menimbulkan
perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom. Trunajaya diperkirakan tidak
bersedia menyerahkan kepemimpinannya kepada Adipati Anom. Pasukan Trunajaya
bahkan berhasil mengalahkan pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Anom, dan
adipati anom berbalik memihak ayahnya. Tanpa diduga, Trunajaya berhasil
menyerbu ibukota Mataram, Plered.
Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian
meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa
Timur. Kesempatan tersebut diambil oleh Pangeran Puger untuk menguasai kembali
keraton yang sudah lemah, dan mengangkat dirinya menjadi raja di Plered dengan
gelar Susuhunan ing Alaga.Dengan demikian sejak saat itu terpecahlah kerajaan
Mataram.
Karena Plered sudah dikuasai, akhirnya Amangkurat I dan Mas Rahmat
melarikan diri ke barat. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit.Menurut
Babad Tanah Jawi, kematiannya dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Mas
Rahmat.Meskipun demikian, ia tetap menunjuk Mas Rahmat sebagai raja
selanjutnya, tapi disertai kutukan bahwa keturunannya kelak tidak ada yang
menjadi raja, kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar.
Amangkurat I meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan
berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal. (Masjid Jami Pekuncen yang
terletak di daerah Tegal Arum Kecamatan Adiwerna merupakan salah satu masjid
tertua di Kabupaten Tegal. Masjid ini yang merupakan peninggalan Syekh
Samsudin, yang merupakan guru Spiritual Sunan Amangkurat I yang merupakan raja
Mataram ). Adapun makam KH Samsudin atau syekh Samsudin terletak di belakang
masjid Pekuncen. Sementara masjid berada di kawasan situs purbakala makam
keturunan raja Mataram dan makam para bupati Tegal pada zaman kerajaan Mataram.
Sunan Amangkurat I juga dikebumikan di areal wisata religi di dekat
masjid tetapi sedikit jauh dari makam gurunya.“Sunan Amangkurat juga merupakan
penyebar ajaran agama Islam di wilayah Tegal Arum”.
5.
Sri Susuhunan Amangkurat II
Nama asli dia adalah Raden Mas Rahmat. Dia adalah putra Amangkurat I
dengan Ratu Kulon putri (Pangeran Pekik dari Surabaya). Dia adalah pendiri sekaligus raja
pertama Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram. Dengan bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri
pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember 1679.Amangkurat II bahkan menghukum
mati Trunajaya dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.
Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan
Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, yaitu Pangeran Puger. Istana
baru tersebut bernama Kartasura.Pangeran puger
(anak ke 2 amangkurat 1, sekaligus adik tiri mas rahmat) tidak mau bergabung
dengan amangkurat II, akhirnya terjadi peperangan diantara keduanya. Akhirnya
pangeran puger mengaku menyerah, sehingga Mataram runtuh dan Kartasura berdiri
sebagai pengganti Mataram.
Amangkurat II dikisahkan sebagai raja berhati lemah yang mudah dipengaruhi.
Ia naik takhta atas bantuan VOC dengan hutang atas biaya perang sebesar 2,5
juta gulden.Tokoh anti VOC bernama Patih Nerangkusuma berhasil menghasutnya
agar lepas dari jeratan hutang tersebut.
Pada tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma, seorang keturunan
Kajoran, tetapi akhirnya pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Pada tahun 1685
Amangkurat II menampung buronan VOC bernama Untung Suropati yang tinggal di
rumah Patih Nerangkusuma. Untung Suropati diberinya tempat tinggal di desa
Babirong untuk menyusun kekuatan.
Bulan Februari 1686 Kapten Francois Tack tiba di Kartasura untuk
menangkap Untung Suropati. Amangkurat II pura-pura membantu VOC. Pertempuran
terjadi. Pasukan Untung Suropati menumpas habis pasukan Kapten Tack. Sang
kapten sendiri mati dibunuh oleh pasukan Untung Suropati.
Sikap Amangkurat II yang “berselingkuh” akhirnya terbongkar. Pihak VOC
menemukan surat-surat Amangkurat II kepada Cirebon, Johor, Palembang, dan
bangsa Inggris yang isinya ajakan untuk memerangi Belanda, membunuh kapten, dsb.
Amangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya,
terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaitu Amangkurat III
melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.
6.
Amangkurat II
Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna. Ia adalah putra Amangkurat II
satu-satunya karena ibunya telah mengguna-guna istri ayahnya yang lain sehingga
mandul. Mas Sutikna juga dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di
bagian tumit.Dikisahkan
pula bahwa Mas Sutikna berwatak buruk, mudah marah dan cemburu bila ada pria
lain yang lebih tampan. Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah dengan
sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu
kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.Raden
Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa
menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu
Himpun (adik Ayu Lembah).
Amangkurat III naik takhta di Kartasura menggantikan Amangkurat II yang
meninggal tahun 1702. Konon, menurut Babad Tanah Jawi, sebenarnya wahyu
jatuh kepada Pangeran Puger. Dukungan terhadap Pangeran Puger pun mengalir dari
para pejabat yang tidak menyukai pemerintahan raja baru tersebut.
Hal ini membuat Amangkurat III resah. Ia menceraikan Raden Ayu Himpun dan
mengangkat permaisuri baru, seorang gadis dari desa Onje.Dukungan terhadap
Pangeran Puger untuk merebut takhta kembali mengalir. Akhirnya, pada tahun
1704, Amangkurat III mengirim utusan untuk membunuh Pangeran Puger sekeluarga,
namun sasarannya itu lebih dulu melarikan diri ke Semarang.Pangeran Puger di
Semarang mendapat dukungan VOC, tentu saja dengan syarat-syarat yang
menguntungkan Belanda. Ia pun mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Pakubuwana
I.
Amangkurat III membangun pertahanan di Ungaran dipimpin Pangeran Arya
Mataram, pamannya, yang diam-diam ternyata mendukung Pakubuwana I. Arya Mataram
berhasil membujuk Amangkurat III supaya meninggalkan Kartasura. Ia sendiri
kemudian bergabung dengan Pakubuwana I, yang tidak lain adalah kakaknya
sendiri. Pangeran Blitar putra Pakubuwana I datang ke Surabaya meminta
Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak.
Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I. VOC
kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut
untuk diasingkan ke Srilangka. Amangkurat III akhirnya meninggal di negeri itu
pada tahun 1734.
7.
Amangkurat IV
Nama aslinya adalah Raden Mas Suryaputra. Putra dari Pakubuwana I yang
lahir dari permaisuri Ratu Mas Blitar. Amangkurat IV memiliki beberapa orang
putra yang menjadi tokoh-tokoh penting, dari permaisuri lahir Pakubuwana II
pendiri keraton Surakarta, dari selir Mas Ayu Tejawati lahir Hamengkubuwana I
raja pertama Yogyakarta, dan dari selir Mas Ayu Karoh lahir Arya Mangkunegara,
ayah dari Mangkunegara I.
Pangeran Arya Dipanegara adalah putra Pakubuwana I yang lahir dari selir.
Pada tahun 1719 ia ditugasi menangkap Arya Jayapuspita, pemberontak dari
Surabaya. Mendengar berita kematian ayahnya yang dilanjutkan dengan
pengangkatan Amangkurat IV sebagai raja baru membuat Dipanegara enggan pulang
ke Kartasura.Amangkurat IV kemudian berselisih dengan Cakraningrat IV bupati
Madura (barat). Cakraningrat IV ini ikut berjasa memerangi pemberontakan
Jayapuspita di Surabaya tahun 1718 silam. Ia memiliki keyakinan bahwa Madura
akan lebih makmur jika berada di bawah kekuasaan VOC daripada Kartasura yang
dianggapnya bobrok.
Amangkurat IV sendiri jatuh sakit bulan Maret 1726 karena diracun.
Sebelum sempat menemukan pelakunya, ia lebih dulu meninggal dunia pada tanggal 20 April
1726.Amangkurat IV digantikan putranya yang baru berusia 15 tahun bergelar
Pakubuwana II sebagai raja Kartasura selanjutnya.
8.
Pakubuwana II
Nama aslinya adalah Raden Mas Prabasuyasa. Putra Amangkurat IV dari
permaisuri keturunan Sunan Kudus. Pakubuwono II yang peragu ini digulingkan dari kursi kasunanan oleh
pemberontakan yang didukung oleh orang Cina dan Jawa yang dikenal sebagai geger
pacina. Pemberontakan yang berhasil ini kemudian mengangkat cucu Sunan Mas
sebagai raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat V.
Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara VOC, pihak Mataram (diwakili
oleh Sunan Pakubuwana III), dan pihak pemberontak dari kelompok Pangeran
Mangkubumi yang menjadi solusi bagi salah satu kerusuhan yang terus terjadi di
Mataram sepeninggal Sultan Agung. Perjanjian yang ditandatangani pada bulan 13
Februari 1755 ini secara de facto dan de jure menandai berakhirnya Kerajaan
Mataram yang sepenuhnya independen.Nama Giyanti diambil dari lokasi
penandatanganan perjanjian ini, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda, sekarang
tempat itu berlokasi di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo), di tenggara kota
Karanganyar, Jawa Tengah.
Isi perjanjian Giyanti adalah :
- kerajaan Mataram dibagi menjadi 2 bagian, yaitu wilayah disebelah timur dikuasai oleh pewaris tahta Mataram ( Sunan Pakubuwono III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara disebelah barat yang merupakan wilayah Mataram yang asli diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi, sekaligus diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono I dan berkedudukan di Ngayogyakarta.
- Akan senantiasa diusahakan adanya kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.
- Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.
Kehidupan sosial Kerajaan Mataram
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan
hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian
diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh
kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi
oleh seluruh penduduk.
Kehidupan Ekonomi dan Budaya Kerajaan Mataram
Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal
ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga
memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai
pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan
Kerajaan Mataram. Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan
memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang
merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut
Hukum Surya Alam.
Kemunduran Mataram
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut
Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu,
kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk
berperang.
Perbedaan
Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta
•
Kasunanan dipimpin raja yg bergelar susuhunan pakubuwono.
•
Kesultanan dimpin raja yg bergelar sri sultan hamengkubuwono.
•
kasunanan surakarta adalah pemberian VOC
No comments:
Post a Comment