Friday, 5 February 2016

kerajaan mataram islam



Kerajaan Mataram

kerajaan mataram islam

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram

Setelah kerajaan Demak  berganti nama, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut.
Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutawijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan memberitahukannya kepada Sultan Hadiwijaya.Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang membunuh Arya Penangsang.
Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya.
Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582). Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian dari Mataram yang beribukota di Kotagede. Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.

Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582.Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk daerah kekuasaannya. Ki Gede Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok yang kemudian menjadi sebuah kota yang semakin ramai dan makmur hingga disebut Kota Gede (kota besar).

Raja-raja di Kerajaan Mataram
1. Sutawijaya

Setelah menjadi Raja Mataram, gelarnya adalah Panembahan Senopati ing Alaga (Sang Panglima Yang DiJunjung atau Sang Panglima Di Medan Laga). Danang Sutawijaya adalah putra sulung pasangan Ki Ageng Pemanahan (keturunan brawijaya V) dan Nyai Sabinah (keturunan Sunan Giri). Hampir sepanjang Masa pemerintahan digunakan untuk melakukan penaklukan. Senopati Banyak Melakukan penaklukan ke timur, hinga akhirnya wilayah-wilayah penting seperti Jepara, Madiun, Kediri, Bojonegoro, dan sebagian Surabaya berada dibawah kekuasan Mataram. Senopati telah menjadikan Mataram Yang Semula hanya pemukiman kecil dipedalaman menjadi kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

2. Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati ing Ngalaga Mataram

Nama aslinya adalah Raden Mas Jolang. Ayahnya Panembahan senopati, Ibunya Ratu Mas Waskitajawi (putri dari Ki Ageng Penjawi). Punya istri 2, Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo anaknya bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Istri kedua Dyah Banowati putri Pangeran Benawa (raja Pajang) melahirkan anak bernama Raden Mas Rangsangdan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran Pekik).
Sejak awal pemerintahannya, ia harus menghadapi pemberontakan dari daerah-daerah yang telah ditundukkan oleh ayahnya. Daerah-daerah tersebut berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Mataram dan berusaha menjadi daerah merdeka. Hal ini disebabkan kekuasaan Mataram atas Jawa sejak pemerintahan Panembahan Senapati bukan merupakan kekuasaan yang bulat dan utuh bahkan kekuasaan di tiap-tiap daerah harus ditundukkan dengan kekuatan senjata. Saat raja baru bertahta, daerah-daerah tersebut berusaha meraih kemerdekaannya kembali. Pada tahun 1602 M Raden Mas Kejuron yang telah diangkat menjadi adipati Demak melakukan pemberontakan (adik tiri yang lahir dari selir bernama Nyai Adisara). Alasan memberontak  karena Raden Mas tidak puas dengan daerah kekuasaannya di Demak sehingga ia mulai menyerang daerah di sebelah utara Pegunungan Kendeng. Mas Jolang malah bersedia menyerahkan wilayah bagian utara kerajaan tersebut kepada kakaknya.
Hal ini dianggap sebagai kelemahan dan ketakutan raja sehingga ia meneruskan penyerangan hingga ke Tambak Uwos. Mas Jolang meninggal saat berada di taman perburuan (krapyak) sehingga kemungkinan besar penyebab kematiannya karena kecelakaan sewaktu berburu. Setelah meninggal, beliau terkenal dengan sebutan Panembahan Seda Ing Krapyak. Beliau kemudian dimakamkan di dekat masjid Kotagede di sebelah bawah makam ayahnya

3. Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma)

Putra dari pasangan Mas Jolang dan Ratu Dyah Banowati. Nama gelarnya adalah Sultan Agung . Dia merupakan Sultan ke 3 pengganti ayahnya di Mataram. Pada masa dia, kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan. Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).
Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma“, Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma”. Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak.
Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC.Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya.Dia mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC-Belanda. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.
Seluruh Pulau Jawa akhirnya berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC-Belanda. Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.
Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian. Sultan Agung juga menaruh perhatian pada kebudayaan. Dia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram.
Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah yaitu Sastra Gending ( berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin). Di luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia adalah pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari kalangan ulama.

4. Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)

Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin. Anak dari Sultan Agung, Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan. Amangkurat I memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat atau nama lainnya Pangeran Puger, kelak menjadi Pakubuwana I.
Amangkurat I mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut Blambangan yang telah dikuasai Bali, namun keduanya dibunuh di tengah jalan.
Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered.Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya.
Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC.
Amangkurat I juga berselisih dengan putra mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom (Raja Muda). Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari (putra Amangkurat I lainnya).
Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal.Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracuni Mas Rahmat. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi (seorang putri cina). Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. Mas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom bertemu dengan Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670.
Panembahan Rama mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai untuk melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I. Maka dimulailah pemberontakan Trunajaya (pangeran Madura).Di bawah pimpinan Trunajaya, pasukan gabungan orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I.
Kemenangan demi kemenangan atas pasukan Amangkurat I menimbulkan perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom. Trunajaya diperkirakan tidak bersedia menyerahkan kepemimpinannya kepada Adipati Anom. Pasukan Trunajaya bahkan berhasil mengalahkan pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Anom, dan adipati anom berbalik memihak ayahnya. Tanpa diduga, Trunajaya berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered.
Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur. Kesempatan tersebut diambil oleh Pangeran Puger untuk menguasai kembali keraton yang sudah lemah, dan mengangkat dirinya menjadi raja di Plered dengan gelar Susuhunan ing Alaga.Dengan demikian sejak saat itu terpecahlah kerajaan Mataram.
Karena Plered sudah dikuasai, akhirnya Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit.Menurut Babad Tanah Jawi, kematiannya dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Mas Rahmat.Meskipun demikian, ia tetap menunjuk Mas Rahmat sebagai raja selanjutnya, tapi disertai kutukan bahwa keturunannya kelak tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar.
Amangkurat I meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal. (Masjid Jami Pekuncen yang terletak di daerah Tegal Arum Kecamatan Adiwerna merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Tegal. Masjid ini yang merupakan peninggalan Syekh Samsudin, yang merupakan guru Spiritual Sunan Amangkurat I yang merupakan raja Mataram ). Adapun makam KH Samsudin atau syekh Samsudin terletak di belakang masjid Pekuncen. Sementara masjid  berada di kawasan situs purbakala makam keturunan raja Mataram dan makam para bupati Tegal pada zaman kerajaan Mataram.
Sunan Amangkurat I juga dikebumikan di areal wisata religi di dekat masjid tetapi sedikit jauh dari makam gurunya.“Sunan Amangkurat juga merupakan penyebar ajaran agama Islam di wilayah Tegal Arum”.

5. Sri Susuhunan Amangkurat II

Nama asli dia adalah Raden Mas Rahmat. Dia adalah putra Amangkurat I dengan Ratu Kulon putri (Pangeran Pekik dari Surabaya). Dia adalah pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram. Dengan bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember 1679.Amangkurat II bahkan menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.
Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, yaitu Pangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.Pangeran puger  (anak ke 2 amangkurat 1, sekaligus adik tiri mas rahmat) tidak mau bergabung dengan amangkurat II, akhirnya terjadi peperangan diantara keduanya. Akhirnya pangeran puger mengaku menyerah, sehingga Mataram runtuh dan Kartasura berdiri sebagai pengganti Mataram.
Amangkurat II dikisahkan sebagai raja berhati lemah yang mudah dipengaruhi. Ia naik takhta atas bantuan VOC dengan hutang atas biaya perang sebesar 2,5 juta gulden.Tokoh anti VOC bernama Patih Nerangkusuma berhasil menghasutnya agar lepas dari jeratan hutang tersebut.
Pada tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma, seorang keturunan Kajoran, tetapi akhirnya pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Pada tahun 1685 Amangkurat II menampung buronan VOC bernama Untung Suropati yang tinggal di rumah Patih Nerangkusuma. Untung Suropati diberinya tempat tinggal di desa Babirong untuk menyusun kekuatan.
Bulan Februari 1686 Kapten Francois Tack tiba di Kartasura untuk menangkap Untung Suropati. Amangkurat II pura-pura membantu VOC. Pertempuran terjadi. Pasukan Untung Suropati menumpas habis pasukan Kapten Tack. Sang kapten sendiri mati dibunuh oleh pasukan Untung Suropati.
Sikap Amangkurat II yang “berselingkuh” akhirnya terbongkar. Pihak VOC menemukan surat-surat Amangkurat II kepada Cirebon, Johor, Palembang, dan bangsa Inggris yang isinya ajakan untuk memerangi Belanda, membunuh kapten, dsb.
Amangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaitu Amangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.

6. Amangkurat II

Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna. Ia adalah putra Amangkurat II satu-satunya karena ibunya telah mengguna-guna istri ayahnya yang lain sehingga mandul. Mas Sutikna juga dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit.Dikisahkan pula bahwa Mas Sutikna berwatak buruk, mudah marah dan cemburu bila ada pria lain yang lebih tampan. Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun (adik Ayu Lembah).
Amangkurat III naik takhta di Kartasura menggantikan Amangkurat II yang meninggal tahun 1702. Konon, menurut Babad Tanah Jawi, sebenarnya wahyu jatuh kepada Pangeran Puger. Dukungan terhadap Pangeran Puger pun mengalir dari para pejabat yang tidak menyukai pemerintahan raja baru tersebut.
Hal ini membuat Amangkurat III resah. Ia menceraikan Raden Ayu Himpun dan mengangkat permaisuri baru, seorang gadis dari desa Onje.Dukungan terhadap Pangeran Puger untuk merebut takhta kembali mengalir. Akhirnya, pada tahun 1704, Amangkurat III mengirim utusan untuk membunuh Pangeran Puger sekeluarga, namun sasarannya itu lebih dulu melarikan diri ke Semarang.Pangeran Puger di Semarang mendapat dukungan VOC, tentu saja dengan syarat-syarat yang menguntungkan Belanda. Ia pun mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Pakubuwana I.
Amangkurat III membangun pertahanan di Ungaran dipimpin Pangeran Arya Mataram, pamannya, yang diam-diam ternyata mendukung Pakubuwana I. Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III supaya meninggalkan Kartasura. Ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri. Pangeran Blitar putra Pakubuwana I datang ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I. VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Srilangka. Amangkurat III akhirnya meninggal di negeri itu pada tahun 1734.

7. Amangkurat IV

Nama aslinya adalah Raden Mas Suryaputra. Putra dari Pakubuwana I yang lahir dari permaisuri Ratu Mas Blitar. Amangkurat IV memiliki beberapa orang putra yang menjadi tokoh-tokoh penting, dari permaisuri lahir Pakubuwana II pendiri keraton Surakarta, dari selir Mas Ayu Tejawati lahir Hamengkubuwana I raja pertama Yogyakarta, dan dari selir Mas Ayu Karoh lahir Arya Mangkunegara, ayah dari Mangkunegara I.
Pangeran Arya Dipanegara adalah putra Pakubuwana I yang lahir dari selir. Pada tahun 1719 ia ditugasi menangkap Arya Jayapuspita, pemberontak dari Surabaya. Mendengar berita kematian ayahnya yang dilanjutkan dengan pengangkatan Amangkurat IV sebagai raja baru membuat Dipanegara enggan pulang ke Kartasura.Amangkurat IV kemudian berselisih dengan Cakraningrat IV bupati Madura (barat). Cakraningrat IV ini ikut berjasa memerangi pemberontakan Jayapuspita di Surabaya tahun 1718 silam. Ia memiliki keyakinan bahwa Madura akan lebih makmur jika berada di bawah kekuasaan VOC daripada Kartasura yang dianggapnya bobrok.
Amangkurat IV sendiri jatuh sakit bulan Maret 1726 karena diracun. Sebelum sempat menemukan pelakunya, ia lebih dulu meninggal dunia pada tanggal 20 April 1726.Amangkurat IV digantikan putranya yang baru berusia 15 tahun bergelar Pakubuwana II sebagai raja Kartasura selanjutnya.

8. Pakubuwana II

Nama aslinya adalah Raden Mas Prabasuyasa. Putra Amangkurat IV dari permaisuri keturunan Sunan Kudus. Pakubuwono II yang peragu ini digulingkan dari kursi kasunanan oleh pemberontakan yang didukung oleh orang Cina dan Jawa yang dikenal sebagai geger pacina. Pemberontakan yang berhasil ini kemudian mengangkat cucu Sunan Mas sebagai raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat V.

Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara VOC, pihak Mataram (diwakili oleh Sunan Pakubuwana III), dan pihak pemberontak dari kelompok Pangeran Mangkubumi yang menjadi solusi bagi salah satu kerusuhan yang terus terjadi di Mataram sepeninggal Sultan Agung. Perjanjian yang ditandatangani pada bulan 13 Februari 1755 ini secara de facto dan de jure menandai berakhirnya Kerajaan Mataram yang sepenuhnya independen.Nama Giyanti diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian ini, yaitu di Desa Giyanti (ejaan Belanda, sekarang tempat itu berlokasi di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo), di tenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah.
Isi perjanjian Giyanti adalah :
  1. kerajaan Mataram dibagi menjadi 2 bagian, yaitu wilayah disebelah timur dikuasai oleh pewaris tahta Mataram ( Sunan Pakubuwono III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara disebelah barat yang merupakan wilayah Mataram yang asli diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi, sekaligus diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono I dan berkedudukan di Ngayogyakarta.
  2. Akan senantiasa diusahakan adanya kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.
  3.  Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.

Kehidupan sosial Kerajaan Mataram

Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.

Kehidupan Ekonomi dan Budaya Kerajaan Mataram

Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.

Kemunduran Mataram

Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.

Perbedaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta

      Kasunanan dipimpin raja yg bergelar susuhunan pakubuwono.
      Kesultanan dimpin raja yg bergelar sri sultan hamengkubuwono.
      kasunanan surakarta adalah pemberian VOC
      Kesultanan Yogyakarta, asli warisan dari pendirinya. HB ke I

No comments:

Post a Comment